Kamis, 22 Oktober 2009

Salahkah ia?

Ada stu crita menarik...menggelitik tuk dipikirkan dr seorng tmn yg ktnya lulus dr pesantren gara2 prtanyaan ini: "Ada stu kluarga miskin trdiri dr ayah, ibu (yg sdh tua), satu anak dan satu bebek kesayangannya. Anak ini bgtu berbakti pd ortunya, jujur, dan brtanggungjwab (sayang dia tdk mengenal ajran agama). Suatu ktk trjd bncana tanah longsor, rumah mreka hancur, ayahny meninggal, ibunya kakinya patah shg tdk bisa lagi bkerja, dia dan seekor bebeknya selamat. Akhirny dia mncrai pekerjaan di desanya, sbg pesuruh. Orang2 dsna suka minta tolong pdnya (krn kejujurannya) kmdn diberi uang lelah. Uang itulah yg ia gunakan untk membeli makanan sehari2: dia dan ibunya. Bgt stiap harnya, mreka hanya tinggal di sisa puing2 rmahnya yg bgt dingin jk malam tlah tiba. Suatu saat ada seorang pastor datang memperkenalkan diri, sklgus mengajaknya beribadah ke gereja. Lalu ia pun bertanya: "apa itu gereja?" "Gereja tmpat orang beribada," kata pastor. Anak ini bertanya lagi: "Apa Tuhanmu bisa memberiku rumah?" "Tentu, bisa," kta pastor. "Baik..." Stleh beberapa lama ia beribadah ke gereja...ttp kmdian di hari berikutnya ia tidak lagi kelihatan di gereja. Pastor itu mendatanginya lgi, "kenapa kamu tdk pergi ke gereja?" tanyanya. "Tidak mau krn trnyta smpai skarang saya tidak jga mendapatkan rumah," jawabnya dg polos. Stlh itu dataglah ustadz, "Ayo ke masjid." Dia brtanya lagi: "Apa itu masjid?" Masjid tmpatnya orang shalat. Kmd ia bertanya lgi, "apa Tuhan bisa memberiku rumah agar ibuku tidak kedinginan?" "Tentu" jwb ustadz. Kmdn beberapa hari ia shalat di masjid, trnyata apa yg diharapkan tdk kunjung tiba..akhirnya dia tidk berangkat ke masjid. Kmdn ustadz mndatanginya lagi, "kenapa kamu ngg kelihatan lgi di masjid?" Trnyta Tuhanmu tidak memberiku rumah," jwbnya dg polos. Suatu ktika ada sodagar minta tolong pdnya untuk membeli pakan di sbuah supplier pakan ternak, kmdian ia disodori undian beberapa lembar. ia kmdian bertanya kpd sodagar, "apa ini?" Oh, ini kupon...diisi saja krn hadiahnya rumah. Trnyata anak ini jg tidak bsa menulis, akhirnya sodagar ini membantunya menuliskan kupon tsbt. Saking bingungnya kpd siapa ia akan memohon...akhirnya ia minta sama bebek kesayangannya: "wahai bebek tolonglah...berilah saya rumah." Bgt trjadi berulang2 stiap malam...Trnyata stlh diundi...ia mndpatkan rumah tsb. Sayang ia tdk dpt membyr DP 25% dr hrga rumah tsb. Krn pnduduk sktr suka akan KEJUJURAN dan BAKTINYA pd ortu, mereka spakat unt membantunya. terkmpulah sejmlah uang...yg akhirnya rumah tsb bisa mreka tempati. Kmdian datanglah pastor tsb, "anakku..ini smua berkat doa kamu di gereja memohon pd Tuhan." "Tidak...saya minta bebek saya." Ustadz pun datang..."Wahai anakku... ini smua krn doa kamu ktk shalat memohon pd Tuhan." "Tidak...inikrn aku minta bebek saya." "Tuhan saya ya...bebek ini." Salahkah anak ini ktika menganggap seekor BEBEK adalah Tuhannya???"

Minggu, 18 Oktober 2009

Apakah Tuhan menciptakan Kejahatan?

Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswanya dengan pertanyaan ini, “Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?”.
Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, “Betul, Dia yang menciptakan semuanya”.
“Tuhan menciptakan semuanya?” tanya professor sekali lagi. “Ya, Pak, semuanya” kata mahasiswa tersebut.
Profesor itu menjawab, “Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan.”
Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis profesor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau Kekristenan itu adalah sebuah mitos.
Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, “Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?”.
“Tentu saja,” jawab si Profesor,
Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, “Profesor, apakah dingin itu ada?”
“Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?” tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.
Mahasiswa itu menjawab, “Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.”
Mahasiswa itu melanjutkan, “Profesor, apakah gelap itu ada?”
Profesor itu menjawab, “Tentu saja itu ada.”
Mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi Anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya.”
Akhirnya mahasiswa itu bertanya, “Profesor, apakah kejahatan itu ada?”
Dengan bimbang professor itu menjawab, “Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan.”
Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi Anda salah, Pak. Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kajahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya.”
Profesor itu terdiam. Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.

Pelajaran dari Sebuah Ember

Suatu hari, seorang guru berbicara di depan sekelompok mahasiswa bisnisnya, dan ia berusaha mengajarkan sesuatu dengan memakai ilustrasi yang tidak akan dengan mudah dilupakan oleh para siswanya. Ketika dia berdiri dihadapan siswanya dia mengeluarkan ember berukuran galon yg bermulut cukup lebar, dan meletakkannya di atas meja.
Lalu ia juga mengeluarkan sekitar selusin batu berukuran segenggam tangan dan meletakkan dengan hati-hati batu-batu itu ke dalam ember. Ketika batu itu memenuhi ember sampai ke ujung atas dan tidak ada batu lagi yg muat untuk masuk ke dalamnya, dia bertanya: “Apakah ember ini sudah penuh?” Semua siswanya serentak menjawab, “Sudah!” Kemudian dia berkata, “Benarkah?” Dia lalu meraih dari bawah meja sekeranjang kerikil. Lalu dia memasukkan kerikil-kerikil itu ke dalam ember sambil sedikit mengguncang-guncangkannya, sehingga kerikil itu mendapat tempat diantara celah-celah batu-batu itu.
Lalu ia bertanya kepada siswanya sekali lagi: “Apakah ember ini sudah penuh?”
Kali ini para siswanya hanya tertegun, “Mungkin belum!”, salah satu dari siswanya menjawab. “Bagus!” jawab sang guru. Kembali dia meraih ke bawah meja dan mengeluarkan sekeranjang pasir. Dia mulai memasukkan pasir itu ke dalam ember, dan pasir itu dengan mudah langsung memenuhi ruang-ruang kosong diantara kerikil dan bebatuan. Sekali lagi dia bertanya, “Apakah ember ini sudah penuh?”
“Belum!” serentak para siswanya menjawab.
Sekali lagi dia berkata, “Bagus!”
Lalu ia mengambil sebotol air dan mulai menyiramkan air ke dalam ember, sampai ember itu terisi penuh hingga ke ujung atas. Lalu si guru ini memandang kepada para siswanya dan bertanya: “Apakah maksud dari ilustrasi ini?”
Seorang siswanya yg antusias langsung menjawab, “Maksudnya, betapapun penuhnya jadwalmu, jika kamu berusaha kamu masih dapat menyisipkan jadwal lain kedalamnya!” “Bukan!”, jawab si guru, “Bukan itu maksudnya. Sebenarnya ilustrasi ini mengajarkan kita bahwa: JIKA BUKAN BATU BESAR YANG PERTAMA KALI KAMU MASUKKAN, MAKA KAMU TIDAK AKAN PERNAH DAPAT MEMASUKKAN BATU BESAR ITU KE DALAM EMBER TERSEBUT.
***
“Apakah batu-batu besar dalam hidupmu? Mungkin anak-anakmu, suami atau istrimu, orang-orang yg kamu sayangi, persahabatanmu, kesehatanmu, mimpi-mimpimu. Hal-hal yang kamu anggap paling berharga dalam hidupmu. Ingatlah untuk selalu meletakkan batu-batu besar tersebut sebagai yg pertama, atau kamu tidak akan pernah punya waktu untuk memperhatikannya. Jika kamu mendahulukan hal-hal yang kecil dalam prioritas waktumu, maka kamu hanya memenuhi hidupmu dengan hal-hal yang kecil, kamu tidak akan punya waktu untuk melakukan hal yang besar dan berharga dalam hidupmu”.
Inilah salah satu yang diajarkan dalam manajemen waktu dimana manajemen waktu dapat berupa perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan produktivitas atas waktu. Waktu menjadi salah satu sumber daya unjuk kerja. Sumber daya yang mesti dikelola secara efektif dan efisien. Efektivitas terlihat dari tercapainya tujuan menggunakan waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan efisien tidak lain mengandung dua makna, yaitu: makna pengurangan waktu yang ditentukan, dan makna investasi waktu menggunakan waktu yang ada. Manajemen waktu bertujuan kepada produktifitas yang berarti rasio output dengan input, tampak dan dirasakan seperti membuang-buang waktu dengan mengikuti fungsi manajemen dalam mengelola waktu.
Merencanakan terlebih dahulu penggunaan waktu bukanlah suatu pemborosan melainkan memberikan pedoman dan arah bahkan pengawasan terhadap waktu. Dari tinjauan secara komprehensif pekerjaan yang hendak dikerjakan dan rumusan tertulis sebuah rencana dapat diketahui prioritas hubungan antar aktivitas yang akan dikerjakan sendiri serta didelegasikan. Jebakan yang sering muncul disini adalah rasa percaya diri dapat cepat bila dikerjakan sendiri dimana perasaan itulah yang kurang tepat. Setelah pengorganisasian terjadi maka penggerakan pun dilakukan yang mencakup pelaksanaan sendiri dan pemberian motivasi kepada pemegang delegasi. Satu hal yang penting ialah komitmen kuat untuk konsisten pada rencana dan mengeliminasi gangguan-gangguan termasuk permintaan bantuan dari atasan maupun bawahan dengan cara berani mengatakan “TIDAK”. Akhirnya setelah selesai tuntas pekerjaan dilakukan pengawasan berdasarkan rencana, yang tidak lupa memberikan reward terhadap keberhasilan. Dalam situasi itu sesuai rencana waktu belum selesai sedangkan pekerjaan telah tuntas seyogyanya dipergunakan untuk menambah kuantitas, merencanakan pekerjaan selanjutnya dan atau investasi waktu. Akhirnya, pengelolaan akan kualitas manajamen waktu dapat didasarkan ada kepada empat indikator,yaitu: tetap merencanakan, tetap mengorganisasikan, tetap menggerakkan, dan tetap melakukan pengawasan.