Kamis, 22 Oktober 2009

Salahkah ia?

Ada stu crita menarik...menggelitik tuk dipikirkan dr seorng tmn yg ktnya lulus dr pesantren gara2 prtanyaan ini: "Ada stu kluarga miskin trdiri dr ayah, ibu (yg sdh tua), satu anak dan satu bebek kesayangannya. Anak ini bgtu berbakti pd ortunya, jujur, dan brtanggungjwab (sayang dia tdk mengenal ajran agama). Suatu ktk trjd bncana tanah longsor, rumah mreka hancur, ayahny meninggal, ibunya kakinya patah shg tdk bisa lagi bkerja, dia dan seekor bebeknya selamat. Akhirny dia mncrai pekerjaan di desanya, sbg pesuruh. Orang2 dsna suka minta tolong pdnya (krn kejujurannya) kmdn diberi uang lelah. Uang itulah yg ia gunakan untk membeli makanan sehari2: dia dan ibunya. Bgt stiap harnya, mreka hanya tinggal di sisa puing2 rmahnya yg bgt dingin jk malam tlah tiba. Suatu saat ada seorang pastor datang memperkenalkan diri, sklgus mengajaknya beribadah ke gereja. Lalu ia pun bertanya: "apa itu gereja?" "Gereja tmpat orang beribada," kata pastor. Anak ini bertanya lagi: "Apa Tuhanmu bisa memberiku rumah?" "Tentu, bisa," kta pastor. "Baik..." Stleh beberapa lama ia beribadah ke gereja...ttp kmdian di hari berikutnya ia tidak lagi kelihatan di gereja. Pastor itu mendatanginya lgi, "kenapa kamu tdk pergi ke gereja?" tanyanya. "Tidak mau krn trnyta smpai skarang saya tidak jga mendapatkan rumah," jawabnya dg polos. Stlh itu dataglah ustadz, "Ayo ke masjid." Dia brtanya lagi: "Apa itu masjid?" Masjid tmpatnya orang shalat. Kmd ia bertanya lgi, "apa Tuhan bisa memberiku rumah agar ibuku tidak kedinginan?" "Tentu" jwb ustadz. Kmdn beberapa hari ia shalat di masjid, trnyata apa yg diharapkan tdk kunjung tiba..akhirnya dia tidk berangkat ke masjid. Kmdn ustadz mndatanginya lagi, "kenapa kamu ngg kelihatan lgi di masjid?" Trnyta Tuhanmu tidak memberiku rumah," jwbnya dg polos. Suatu ktika ada sodagar minta tolong pdnya untuk membeli pakan di sbuah supplier pakan ternak, kmdian ia disodori undian beberapa lembar. ia kmdian bertanya kpd sodagar, "apa ini?" Oh, ini kupon...diisi saja krn hadiahnya rumah. Trnyata anak ini jg tidak bsa menulis, akhirnya sodagar ini membantunya menuliskan kupon tsbt. Saking bingungnya kpd siapa ia akan memohon...akhirnya ia minta sama bebek kesayangannya: "wahai bebek tolonglah...berilah saya rumah." Bgt trjadi berulang2 stiap malam...Trnyata stlh diundi...ia mndpatkan rumah tsb. Sayang ia tdk dpt membyr DP 25% dr hrga rumah tsb. Krn pnduduk sktr suka akan KEJUJURAN dan BAKTINYA pd ortu, mereka spakat unt membantunya. terkmpulah sejmlah uang...yg akhirnya rumah tsb bisa mreka tempati. Kmdian datanglah pastor tsb, "anakku..ini smua berkat doa kamu di gereja memohon pd Tuhan." "Tidak...saya minta bebek saya." Ustadz pun datang..."Wahai anakku... ini smua krn doa kamu ktk shalat memohon pd Tuhan." "Tidak...inikrn aku minta bebek saya." "Tuhan saya ya...bebek ini." Salahkah anak ini ktika menganggap seekor BEBEK adalah Tuhannya???"

Minggu, 18 Oktober 2009

Apakah Tuhan menciptakan Kejahatan?

Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswanya dengan pertanyaan ini, “Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?”.
Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, “Betul, Dia yang menciptakan semuanya”.
“Tuhan menciptakan semuanya?” tanya professor sekali lagi. “Ya, Pak, semuanya” kata mahasiswa tersebut.
Profesor itu menjawab, “Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan.”
Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis profesor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau Kekristenan itu adalah sebuah mitos.
Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, “Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?”.
“Tentu saja,” jawab si Profesor,
Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, “Profesor, apakah dingin itu ada?”
“Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?” tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.
Mahasiswa itu menjawab, “Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.”
Mahasiswa itu melanjutkan, “Profesor, apakah gelap itu ada?”
Profesor itu menjawab, “Tentu saja itu ada.”
Mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi Anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya.”
Akhirnya mahasiswa itu bertanya, “Profesor, apakah kejahatan itu ada?”
Dengan bimbang professor itu menjawab, “Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan.”
Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi Anda salah, Pak. Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kajahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya.”
Profesor itu terdiam. Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.

Pelajaran dari Sebuah Ember

Suatu hari, seorang guru berbicara di depan sekelompok mahasiswa bisnisnya, dan ia berusaha mengajarkan sesuatu dengan memakai ilustrasi yang tidak akan dengan mudah dilupakan oleh para siswanya. Ketika dia berdiri dihadapan siswanya dia mengeluarkan ember berukuran galon yg bermulut cukup lebar, dan meletakkannya di atas meja.
Lalu ia juga mengeluarkan sekitar selusin batu berukuran segenggam tangan dan meletakkan dengan hati-hati batu-batu itu ke dalam ember. Ketika batu itu memenuhi ember sampai ke ujung atas dan tidak ada batu lagi yg muat untuk masuk ke dalamnya, dia bertanya: “Apakah ember ini sudah penuh?” Semua siswanya serentak menjawab, “Sudah!” Kemudian dia berkata, “Benarkah?” Dia lalu meraih dari bawah meja sekeranjang kerikil. Lalu dia memasukkan kerikil-kerikil itu ke dalam ember sambil sedikit mengguncang-guncangkannya, sehingga kerikil itu mendapat tempat diantara celah-celah batu-batu itu.
Lalu ia bertanya kepada siswanya sekali lagi: “Apakah ember ini sudah penuh?”
Kali ini para siswanya hanya tertegun, “Mungkin belum!”, salah satu dari siswanya menjawab. “Bagus!” jawab sang guru. Kembali dia meraih ke bawah meja dan mengeluarkan sekeranjang pasir. Dia mulai memasukkan pasir itu ke dalam ember, dan pasir itu dengan mudah langsung memenuhi ruang-ruang kosong diantara kerikil dan bebatuan. Sekali lagi dia bertanya, “Apakah ember ini sudah penuh?”
“Belum!” serentak para siswanya menjawab.
Sekali lagi dia berkata, “Bagus!”
Lalu ia mengambil sebotol air dan mulai menyiramkan air ke dalam ember, sampai ember itu terisi penuh hingga ke ujung atas. Lalu si guru ini memandang kepada para siswanya dan bertanya: “Apakah maksud dari ilustrasi ini?”
Seorang siswanya yg antusias langsung menjawab, “Maksudnya, betapapun penuhnya jadwalmu, jika kamu berusaha kamu masih dapat menyisipkan jadwal lain kedalamnya!” “Bukan!”, jawab si guru, “Bukan itu maksudnya. Sebenarnya ilustrasi ini mengajarkan kita bahwa: JIKA BUKAN BATU BESAR YANG PERTAMA KALI KAMU MASUKKAN, MAKA KAMU TIDAK AKAN PERNAH DAPAT MEMASUKKAN BATU BESAR ITU KE DALAM EMBER TERSEBUT.
***
“Apakah batu-batu besar dalam hidupmu? Mungkin anak-anakmu, suami atau istrimu, orang-orang yg kamu sayangi, persahabatanmu, kesehatanmu, mimpi-mimpimu. Hal-hal yang kamu anggap paling berharga dalam hidupmu. Ingatlah untuk selalu meletakkan batu-batu besar tersebut sebagai yg pertama, atau kamu tidak akan pernah punya waktu untuk memperhatikannya. Jika kamu mendahulukan hal-hal yang kecil dalam prioritas waktumu, maka kamu hanya memenuhi hidupmu dengan hal-hal yang kecil, kamu tidak akan punya waktu untuk melakukan hal yang besar dan berharga dalam hidupmu”.
Inilah salah satu yang diajarkan dalam manajemen waktu dimana manajemen waktu dapat berupa perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan produktivitas atas waktu. Waktu menjadi salah satu sumber daya unjuk kerja. Sumber daya yang mesti dikelola secara efektif dan efisien. Efektivitas terlihat dari tercapainya tujuan menggunakan waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan efisien tidak lain mengandung dua makna, yaitu: makna pengurangan waktu yang ditentukan, dan makna investasi waktu menggunakan waktu yang ada. Manajemen waktu bertujuan kepada produktifitas yang berarti rasio output dengan input, tampak dan dirasakan seperti membuang-buang waktu dengan mengikuti fungsi manajemen dalam mengelola waktu.
Merencanakan terlebih dahulu penggunaan waktu bukanlah suatu pemborosan melainkan memberikan pedoman dan arah bahkan pengawasan terhadap waktu. Dari tinjauan secara komprehensif pekerjaan yang hendak dikerjakan dan rumusan tertulis sebuah rencana dapat diketahui prioritas hubungan antar aktivitas yang akan dikerjakan sendiri serta didelegasikan. Jebakan yang sering muncul disini adalah rasa percaya diri dapat cepat bila dikerjakan sendiri dimana perasaan itulah yang kurang tepat. Setelah pengorganisasian terjadi maka penggerakan pun dilakukan yang mencakup pelaksanaan sendiri dan pemberian motivasi kepada pemegang delegasi. Satu hal yang penting ialah komitmen kuat untuk konsisten pada rencana dan mengeliminasi gangguan-gangguan termasuk permintaan bantuan dari atasan maupun bawahan dengan cara berani mengatakan “TIDAK”. Akhirnya setelah selesai tuntas pekerjaan dilakukan pengawasan berdasarkan rencana, yang tidak lupa memberikan reward terhadap keberhasilan. Dalam situasi itu sesuai rencana waktu belum selesai sedangkan pekerjaan telah tuntas seyogyanya dipergunakan untuk menambah kuantitas, merencanakan pekerjaan selanjutnya dan atau investasi waktu. Akhirnya, pengelolaan akan kualitas manajamen waktu dapat didasarkan ada kepada empat indikator,yaitu: tetap merencanakan, tetap mengorganisasikan, tetap menggerakkan, dan tetap melakukan pengawasan.

Jumat, 06 Maret 2009

“Survival” Penumpang Kapal Poseidon

Ada sebuah cerita dari film tragedi kapal Poseidon di­mana sebuah kapal pesiar mewah terbalik di te­ngah samudera Atlantik seusai diterjang ge­lom­bang yang begitu dahsyat. Para penumpang ikut ter­balik dan dihadapkan pada pilihan hidup antara pa­srah menunggu maut, menanti bantuan datang, atau nekad mencari jalan keluar sendiri meski harus mem­pertaruhkan nyawa.
Sebuah pilihan sulit bagi setiap penumpang, na­mun tidak bagi penjudi Dylan Johns yang nekad men­cari jalan keluar dan mengindahkan perintah kap­ten kapal Michael Bradford yang meminta se­mua penumpang untuk tetap tinggal bersama di ruang konser sampai bantuan datang. Dylan ti­dak­lah sendirian, dia ditemani Robert Ramsey seorang man­tan petugas pemadam kebakaran New York, yang berusaha menemukan puterinya Jennifer Ram­sey dan tunangannya Christian.
Di tengah perjalanan mereka mencari jalan ke­luar dari kepanikan dan ketakutan, bergabunglah Luc­ky Larry, Maggie James dan putranya Connor Ja­mes, dan seorang penumpang gelap Elena Gon­za­les yang diselundupkan ke kapal pesiar dengan ban­tuan seorang pelayan POSEIDON bernama Mar­co dan Richard Nelson seorang arsitek. Bersama-sa­ma mereka berjuang dan bertahan di kapal yang ma­kin sulit karena posisi kapal dalam keadaan ter­ba­lik. Tujuan mereka hanya satu yaitu keluar dari ka­pal yang hampir tenggelam dan mencari bantuan.
Me­reka berpikir hanya baling-baling kapal yang bi­sa mem­bawa mereka keluar dari tragedi kapal POSEI­DON. Di tengah kondisi kapal yang hancur me­reka harus terus secepat mungkin mencari jalan ke­luar dan melawan waktu untuk tetap bertahan hi­dup, meski dalam perjalanan mereka harus me­ng­or­bankan kawan dalam beberapa kecelakaan dan nasib buruk.
Sementara di ruang konser, penumpang yang ter­­­sisa dan lebih memilih mengikuti anjuran Kapten un­­tuk menunggu bantuan datang harus berakhir tra­­gis.
Mereka tidak mempunyai waktu lagi ketika ka­ca-kaca jendela mulai hancur karena tekanan air yang begitu kuat dan air mulai membanjiri ruangan dan menenggelamkan semua penumpang. Kembali da­­­lam perjuangan para penumpang yang hendak men­cari jalan keluar dari kapal POSEIDON, Ramsey ne­­kad mencari ruang kontrol mesin pemutar ba­ling­-baling dengan cara terjun ke air menuju ruang kon­trol mesin. Dengan nafas yang sudah hampir ha­bis, Ramsey akhirnya berhasil mengarahkan baling-ba­ling berputar ke arah sebaliknya. Ramsey kembali ke ruang baling-baling dimana Dylan dan teman-te­man yang cemas dengan keberhasilan Ramsey akhir­nya menyadari Ramsey sukses dalam misinya. Tan­pa berpikir panjang segera Dylan melempar se­buah tabung nitrogen untuk mengganjal baling-ba­ling berputar, bukannnya baling-baling terganjal jus­tru tabung tersebut meledak membuat baling-ba­ling di kedua sisi kapal hancur berantakan.
Bersamaan dengan hancurnya baling-baling ka­pal, secara perlahan kapal Poseidon mulai teng­ge­lam, beruntung beberapa penumpang yang tersisa akhir­­nya berhasil keluar dan berenang menuju se­ko­ci penolong. Dalam luapan kegembiraan berhasil lo­­los dari maut, Dylan menembakkan tanda pe­ri­ngat­an sebagai tanda meminta pertolongan, sam­pai akhirnya helikopter menyelamatkan mereka. Tak ada yang bisa melebihi rasa bahagia mereka selain ra­­sa syukur keluar dari maut POSEIDON, meski harus me­­­ninggalkan pahlawan bersamanya.
***
Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti akan men­jum­­­pai suatu kondisi yang tidak kita prediksikan se­be­­­lumnya. Terkadang apa yang kita jalani tidak se­suai dengan apa yang kita impikan, fakta me­nun­juk­­­kan bahwa banyak orang yang cukup sering me­ng­­a­lami hal tersebut. Wajar kita sebagai manusia meng­­­inginkan sesuatu yang tidak kita miliki atau se­­­­suatu yang tidak kita inginkan.
Kalau flashback ce­ri­ta tragedi kapal Poseidon, apa yang akan kita hadapi, semua manusia tidak akan pernah tahu apakah peristiwa itu buruk bagi pan­­­dangan kita ataukah baik? apakah kita merasa ga­­­gal ataukah sukses? Tentu setiap orang akan me­ng­­­inginkan yang terbaik untuk dirinya, namun Tu­­han mempunyai rencana “bagaimana kapal pe­siar yang begitu mewah bernama Poseidon terbalik ka­­re­na hantaman ombak yang begitu dahsyat, akhir­nya menyisakan beberapa penumpang yang se­la­mat dan rasa syukur yang tak terbandingkan ka­re­na telah luput dari maut.” Walau peristiwa kapal Po­sei­don hanya ada di dalam cerita film tetapi hal ini­­lah yang sering terjadi di dalam kehidupan kita se­ha­ri-hari, bagaimana kita mengarahkan hati untuk se­­lalu melihat sisi positif dari suatu kejadian dan se­ga­­la sesuatu yang sudah kita miliki saat ini.
Berat me­mang bersyukur di masa-masa sulit: ba­­gaimana kita mau bersyukur kalau kita me­nga­la­mi kesulitan perekonomian keluarga, kematian orang­ yang dicintai, dan cobaan-cobaan lainnya, di­ma­­na masa-masa itu sulit rasanya menemukan se­sua­­tu hal yang patut untuk bisa kita syukuri.
Manusia memang dihadapkan pada pilihan sisi po­­sitif ataukah sisi negatif, percayalah Tuhan mem­pu­nyai rencana dibalik peristiwa yang kita anggap pa­­hit, lihatlah bagaimana beberapa penumpang ka­pal Poseidon mendapatkan momentum tepat un­tuk bersyukur kepada Tuhan pada saat luput dari maut. Momentum inilah yang akan membawa kita un­­tuk selalu bersyukur, sepahit apapun peristiwa yang terjadi, pasti memberi kita kesempatan untuk tum­­buh menjadi lebih baik dan mentransformasi hi­­dup kita. Ketika kita mengalami masa sulit lihatlah di sekeliling kita bagaimana orang-orang di dunia ini juga merasakan masa yang jauh lebih sulit di­ban­­dingkan masa sulit yang kita alami, bagaimana orang-orang di sekeliling kita masih banyak yang ti­d­ak bisa memiliki apa yang kita miliki saat ini.
Apabila pandangan ini kita kembangkan maka mo­­mentum saat masa sulit akan membuat kita le­bih bisa bersyukur karena pelajaran hidup men­ja­di­­kan kita lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih men­cin­­tai kehidupan. Sama halnya ketika kehidupan ki­ta mengalami kesuksesan seharusnya hal itu men­ja­­­­di momentum tepat untuk bersyukur, karena ter­ka­d­ang kita sering melupakan peran Tuhan atas ke­ber­­ha­silan itu. Ingat ada sebuah pepatah
“Kesuksesan bukanlah kunci dari kebahagiaan, akan tetapi kebahagiaan merupakan kunci dari kesuksesan.”
Jadi materi dan jabatan tidak bisa menjamin se­se­­orang mendapatkan kebahagiaan, karena ada orang yang berkelimpahan harta tetapi ternyata ke­hi­­dup­annya tidak bahagia. Ada orang yang telah me­­raih ketenaran tetapi ternyata di sisi yang lain, ia ma­­sih saja tidak bahagia. Ada pula orang yang se­be­­nar­nya mengalami masa sulit tetapi ia selalu be­la­­jar menemukan momentum untuk bersyukur ke­pa­­da Tuhan atas apa yang telah dilimpahkan-Nya, se­­hingga ia selalu merasa bahagia. Artinya ke­jer­nih­an hatilah yang akan menentukan, apakah pilihan hi­dup untuk selalu pada sisi positif ataukah sisi ne­gatif, kalau sisi positif maka optimisme, kepercayaan diri, dan semangat hidup yang besar akan kita da­pat­kan sebagai bekal menghadapi tantangan hi­dup, tetapi ketika pilihan hati jatuh pada sisi negatif ma­ka kehancuranlah yang akan kita dapatkan.
Sebuah hasil penelitian di Belanda, yang di­ter­bit­kan di Archives of General Psychiatry edisi November 2004, telah memberitakan bahwa orang-orang mem­punyai keoptimisan memiliki resiko kematian yang lebih rendah terhadap suatu penyakit. Pe­ne­li­ti­an ini melibatkan lebih dari 900 orang, pria dan wa­nita, berumur antara 65 tahun sampai 85 tahun, ber­­dasarkan isian kuesioner yang meliputi ke­se­hat­an, harga diri, moral, optimisme dan hubungan de­ngan orang lain.
Dilaporkan bahwa orang-orang yang tingkat op­­­ti­mismenya tinggi memiliki resiko kematian 55% le­­bih rendah untuk semua penyakit dan 23% lebih ren­­dah untuk resiko kematian akibat penyakit jan­tung (cardiovascular) dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki tingkat pesimisme yang tinggi.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh para pe­ne­liti dari University of Wisconsin-Madison, yang di­ter­bitkan di jurnal Proceedings of the National Acade­my of Sciences juga menunjukkan bahwa aktivitas otak yang berkaitan dengan ‘pikiran negatif’ mem­per­lemah sistem kekebalan tubuh. Orang-orang yang memiliki aktivitas otak yang sangat tinggi di dae­rah otak ‘pre-frontal cortex’ bagian kanan, yang ber­kaitan dengan ‘pikiran negatif’ (misalnya sikap pe­simis) memiliki respon yang lebih buruk terhadap vak­sin influenza. Aktivitas otak yang tinggi di bagian ‘pre-frontal cortex’ kiri, yang berkaitan dengan emosi po­sitif, lebih bagus respon-nya terhadap vaksin.
Study menarik lainnya dilakukan oleh Dr. Judith Te­dlie Moskowitz dari University of California-San Fran­cisco yang membuktikan hubungan antara ‘po­si­tive feeling’ dengan resiko kematian akibat pe­nya­kit AIDS. Penelitian ini melibatkan 407 orang pria pen­derita HIV/AIDS dari daerah San Francisco antara ta­hun 1984 sampai 1993 dan lebih dari separohnya ke­mudian meninggal dunia. Dr. Judith menemukan bah­wa orang-orang yang memiliki skala ‘positive feel­ing’ tinggi dalam bersyukur telah menurunkan re­siko kematiannya. Namun tidak demikian dengan ‘ne­gative feeling’ yang ternyata tidak memiliki pe­ng­aruh yang ’significant’. Artinya bahwa ‘positive feeling­’ merupakan ‘active ingredient’ di dalam penanganan pen­derita pasca terkena HIV/AIDS, untuk mem­be­ri­kan tambahan unsur pelindung atas sistem ke­ke­bal­an tubuhnya.
Penelitian ini membuktikan rasa syukur, emosi po­­sitif, positif feeling dan sejenisnya memiliki peng­aruh yang bermanfaat dan signifikan bagi ke­se­hat­an manusia. Hal ini menunjukkan orang-orang yang ber­syukur memiliki emosi positif yang lebih tinggi, le­bih puas dengan hidup mereka, vitalitas yang le­bih tinggi, lebih optimis dan memiliki tingkat de­pre­­si dan stres yang lebih rendah.

Makna Dibalik Peristiwa

Anthony Robin menceritakan sebuah true story ten­­tang kejadian mengerikan yang dialami oleh W Mit­­chel. Mitchel mengalami kecelakaan yang sangat me­ngerikan saat dia mengendarai sepeda motor ti­ba-tiba terlihat truk berhenti mendadak. Dalam usa­hanya mengurangi kecepatan, ia terperosok ke ba­wah truk. Tutup tangki bensinnya terlempar, dan hal buruk pun terjadi. Bahan bakar mengalir keluar dan membuat sepeda motornya meledak, sehingga 85% tubuhnya mengalami luka bakar. Dan ba­gai­ma­na cara Mitchel mengatasi apa yang dialaminya. Ia tidak menyerah. Ia berusaha tetap hidup dan me­ni­ti kembali karier usahanya. Ia masih hidup sehat ting­gal di Colorado. Sejak kecelakaan motornya yang mengerikan, ia diketahui lebih berhasil dan ba­ha­gia dari sebelumnya. Ia menjadi orang yang pa­ling­ berpengaruh di Amerika dan menjadi jutawan. Bah­kan mencalonkan diri menjadi anggota kongres dan gubernur Colorado.
***
Ada sebuah newsletter yang dikirimkan ke email sa­ya dari www.kingsonsurya.com dan saya anggap ma­teri ini sangat menarik untuk kita renungkan sa­ma persis dengan cerita di atas. Mengenai kaos kaki usang yang masih saja kita simpan karena kaos kaki itu pemberian dari seseorang yang kita cintai. Kalau orang lain pasti akan menilai sepertinya terlalu ber­le­bihan kaos kaki usang terus saja disimpan di da­lam lemari.
Akan tetapi bagi si empunya, nilai historis di da­la­m­­­nya yang menjadikan kaos kaki usang itu begitu is­­timewa. Lalu bagaimana jadinya kalau ada ang­go­ta keluarga yang membuangnya begitu saja? Tentu si empunya akan merasa bersedih bahkan mungkin akan marah. Masalahnya bukan pada dibuangnya kaos kaki tersebut melainkan makna dibalik kaos ka­ki usang itulah yang akan dipertahankan oleh si em­pu­nya, entah efek dari makna tersebut positif atau­kah negatif. Kalau kaos kaki usang itu menimbulkan efek positif maka memori yang dikandungnya akan mem­­bawa kita sebagai si empunya akan merasa se­nang, puas, termotivasi, percaya diri, dan sebagainya. Be­­­gitu juga sebaliknya, efek negatif hanya akan me­nim­bulkan perasaan takut, menyesal, tidak puas, ti­dak percaya diri, dan sebagainya.
Sebenarnya memori atas kaos kaki dimana mak­na yang terkandung bisa menimbulkan efek positif mau­pun negatif hanyalah kerja dari pikiran kita saja. Ar­tinya bagaimana kita sebagai si pelaku menyikapi se­buah peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan se­hari-hari. Bob Proctor memperkenalkan hukum po­la­ritas dimana:
“Segala yang ada di alam semesta ini memiliki lawannya. Tidak akan ada yang disebut ‘da­lam ruangan’ bila tidak ada yang disebut ‘luar ruangan’. Juga segala sesuatu itu sama sekaligus berlawanan.”

Bila jarak antara pintu ke meja tamu adalah 3 ka­ki, maka itu juga berarti jarak antara meja tamu ke pintu tersebut adalah 3 kaki juga. Bila jarak dari Yog­yakarta ke Solo adalah 60 km, maka itu juga ber­arti jarak dari Solo ke Yogyakarta adalah 60 km. Ar­ti­nya kedua kalimat tersebut mempunya arti yang sa­­ma. Begitu juga ada suatu kejadian yang kita ang­gap buruk maka sesungguhnya ada sesuatu yang baik ada di dalamnya. Martha Washington me­nga­ta­kan bahwa “Dari pengalaman saya belajar bahwa hal yang paling menentukan kebahagiaan atau ke­seng­saraan hidup kita adalah watak kita, bukan ke­ja­dian-kejadian dalam hidup kita.” Artinya sebuah p­e­ristiwa akan dapat kita katakan berefek positif atau negatif, akan tergantung dari sudut pandang ki­ta sendiri bagaimana cara kita menyikapi sebuah ke­jadian baik itu berefek positif maupun negatif.
Sekarang bagaimana caranya mengarahkan ha­ti memilih pada sisi pilihan positif dimana pilihan po­sitif akan membawa kita pada pikiran yang positif. Se­dangkan pikiran yang positif akan berdampak pa­da sikap yang positif, kemudian sikap ini akan men­cip­ta­kan tindakan yang positif pula. Otomatis du­kung­an positif akan mengalir pula pada diri kita. Ma­nu­sia diberikan kebebasan untuk menentukan pi­lih­an hati, apakah akan melihat suatu peristiwa dari su­dut pandang positif ataukah negatif. Sebagai con­toh dua orang pekerja bangunan bernama Ali dan Ak­san, ketika Ali ditanya oleh seseorang apa pe­ker­jaan­mu? Ia menjawab dengan wajah tertunduk dan sua­ranya sangat lirih, “Aku setiap hari hanya duduk me­nyusun batu bata di atas batu bata yang lainnya.” Ke­mudian Aksan juga diberi pertanyaan yang sama, ia pun menjawab dengan semangat yang tinggi, “Aku tenaga ahli bangunan yang telah membantu men­dirikan gedung-gedung yang sekarang Anda lihat itu. Tanpa adanya peranku, gedung-gedung itu ti­dak akan bisa berdiri”
Sekarang Anda bisa rasakan keduanya mem­pu­nyai profesi yang sama, tetapi keduanya sangat ber­be­da dalam melihat cara pandang pekerjaannya. Be­ta­pa Ali mengkerdilkan pekerjaannya, tidak percaya di­ri, dan menganggap sepele apa yang dila­ku­kan­nya sekarang, akan tetapi Aksan begitu percaya diri bah­wa tanpa perannya, tidak ada gedung yang bisa ber­diri semegah ini.
Sebenarnya jawaban keduanya tidak ada yang sa­lah, hanya saja yang membedakan jawaban ke­dua­nya adalah sudut pandang yang jauh berbeda yang diperlihatkan Ali dan Aksan. Bagaimana Aksan bi­sa mengambil anugerah dari pekerjaannya, me­ne­mu­kan sisi baik dari pekerjaannya, bersikap op­ti­mis, dan menumbuhkan efek positif pada dirinya.
De­ngan menentukan pilihan pada sisi yang po­si­tif maka Aksan akan lebih berpeluang untuk bisa le­bih berkembang karena pikiran, sikap, dan tin­da­k­an positif lebih bisa membangkitkan pemikiran yang kreatif dalam menyelesaikan masalah dan tan­tangan hidup. Ada ungkapan yang sangat menarik:
“Anda adalah orang yang sangat bernilai, berarti dan penting, meskipun keadaan Anda saat ini bisa saja membuat Anda merasa sebaliknya.”
— James Newman.

Artinya sudut pandang yang kita pilih akan sangat me­nentukan kualitas hidup kita, maka kejernihan ha­ti akan sangat penting untuk melakukan in­tros­pek­si diri, perenungan, dan refleksi atas apa yang ki­ta hadapi sekarang ini maupun yang akan datang.