Kamis, 22 Oktober 2009
Salahkah ia?
Ada stu crita menarik...menggelitik tuk dipikirkan dr seorng tmn yg ktnya lulus dr pesantren gara2 prtanyaan ini: "Ada stu kluarga miskin trdiri dr ayah, ibu (yg sdh tua), satu anak dan satu bebek kesayangannya. Anak ini bgtu berbakti pd ortunya, jujur, dan brtanggungjwab (sayang dia tdk mengenal ajran agama). Suatu ktk trjd bncana tanah longsor, rumah mreka hancur, ayahny meninggal, ibunya kakinya patah shg tdk bisa lagi bkerja, dia dan seekor bebeknya selamat. Akhirny dia mncrai pekerjaan di desanya, sbg pesuruh. Orang2 dsna suka minta tolong pdnya (krn kejujurannya) kmdn diberi uang lelah. Uang itulah yg ia gunakan untk membeli makanan sehari2: dia dan ibunya. Bgt stiap harnya, mreka hanya tinggal di sisa puing2 rmahnya yg bgt dingin jk malam tlah tiba. Suatu saat ada seorang pastor datang memperkenalkan diri, sklgus mengajaknya beribadah ke gereja. Lalu ia pun bertanya: "apa itu gereja?" "Gereja tmpat orang beribada," kata pastor. Anak ini bertanya lagi: "Apa Tuhanmu bisa memberiku rumah?" "Tentu, bisa," kta pastor. "Baik..." Stleh beberapa lama ia beribadah ke gereja...ttp kmdian di hari berikutnya ia tidak lagi kelihatan di gereja. Pastor itu mendatanginya lgi, "kenapa kamu tdk pergi ke gereja?" tanyanya. "Tidak mau krn trnyta smpai skarang saya tidak jga mendapatkan rumah," jawabnya dg polos. Stlh itu dataglah ustadz, "Ayo ke masjid." Dia brtanya lagi: "Apa itu masjid?" Masjid tmpatnya orang shalat. Kmd ia bertanya lgi, "apa Tuhan bisa memberiku rumah agar ibuku tidak kedinginan?" "Tentu" jwb ustadz. Kmdn beberapa hari ia shalat di masjid, trnyata apa yg diharapkan tdk kunjung tiba..akhirnya dia tidk berangkat ke masjid. Kmdn ustadz mndatanginya lagi, "kenapa kamu ngg kelihatan lgi di masjid?" Trnyta Tuhanmu tidak memberiku rumah," jwbnya dg polos. Suatu ktika ada sodagar minta tolong pdnya untuk membeli pakan di sbuah supplier pakan ternak, kmdian ia disodori undian beberapa lembar. ia kmdian bertanya kpd sodagar, "apa ini?" Oh, ini kupon...diisi saja krn hadiahnya rumah. Trnyata anak ini jg tidak bsa menulis, akhirnya sodagar ini membantunya menuliskan kupon tsbt. Saking bingungnya kpd siapa ia akan memohon...akhirnya ia minta sama bebek kesayangannya: "wahai bebek tolonglah...berilah saya rumah." Bgt trjadi berulang2 stiap malam...Trnyata stlh diundi...ia mndpatkan rumah tsb. Sayang ia tdk dpt membyr DP 25% dr hrga rumah tsb. Krn pnduduk sktr suka akan KEJUJURAN dan BAKTINYA pd ortu, mereka spakat unt membantunya. terkmpulah sejmlah uang...yg akhirnya rumah tsb bisa mreka tempati. Kmdian datanglah pastor tsb, "anakku..ini smua berkat doa kamu di gereja memohon pd Tuhan." "Tidak...saya minta bebek saya." Ustadz pun datang..."Wahai anakku... ini smua krn doa kamu ktk shalat memohon pd Tuhan." "Tidak...inikrn aku minta bebek saya." "Tuhan saya ya...bebek ini." Salahkah anak ini ktika menganggap seekor BEBEK adalah Tuhannya???"
Minggu, 18 Oktober 2009
Apakah Tuhan menciptakan Kejahatan?
Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswanya dengan pertanyaan ini, “Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?”.
Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, “Betul, Dia yang menciptakan semuanya”.
“Tuhan menciptakan semuanya?” tanya professor sekali lagi. “Ya, Pak, semuanya” kata mahasiswa tersebut.
Profesor itu menjawab, “Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan.”
Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis profesor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau Kekristenan itu adalah sebuah mitos.
Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, “Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?”.
“Tentu saja,” jawab si Profesor,
Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, “Profesor, apakah dingin itu ada?”
“Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?” tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.
Mahasiswa itu menjawab, “Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.”
Mahasiswa itu melanjutkan, “Profesor, apakah gelap itu ada?”
Profesor itu menjawab, “Tentu saja itu ada.”
Mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi Anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya.”
Akhirnya mahasiswa itu bertanya, “Profesor, apakah kejahatan itu ada?”
Dengan bimbang professor itu menjawab, “Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan.”
Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi Anda salah, Pak. Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kajahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya.”
Profesor itu terdiam. Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.
Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, “Betul, Dia yang menciptakan semuanya”.
“Tuhan menciptakan semuanya?” tanya professor sekali lagi. “Ya, Pak, semuanya” kata mahasiswa tersebut.
Profesor itu menjawab, “Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan.”
Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis profesor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau Kekristenan itu adalah sebuah mitos.
Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, “Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?”.
“Tentu saja,” jawab si Profesor,
Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, “Profesor, apakah dingin itu ada?”
“Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?” tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.
Mahasiswa itu menjawab, “Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.”
Mahasiswa itu melanjutkan, “Profesor, apakah gelap itu ada?”
Profesor itu menjawab, “Tentu saja itu ada.”
Mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi Anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya.”
Akhirnya mahasiswa itu bertanya, “Profesor, apakah kejahatan itu ada?”
Dengan bimbang professor itu menjawab, “Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan.”
Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi Anda salah, Pak. Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kajahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya.”
Profesor itu terdiam. Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.
Pelajaran dari Sebuah Ember
Suatu hari, seorang guru berbicara di depan sekelompok mahasiswa bisnisnya, dan ia berusaha mengajarkan sesuatu dengan memakai ilustrasi yang tidak akan dengan mudah dilupakan oleh para siswanya. Ketika dia berdiri dihadapan siswanya dia mengeluarkan ember berukuran galon yg bermulut cukup lebar, dan meletakkannya di atas meja.
Lalu ia juga mengeluarkan sekitar selusin batu berukuran segenggam tangan dan meletakkan dengan hati-hati batu-batu itu ke dalam ember. Ketika batu itu memenuhi ember sampai ke ujung atas dan tidak ada batu lagi yg muat untuk masuk ke dalamnya, dia bertanya: “Apakah ember ini sudah penuh?” Semua siswanya serentak menjawab, “Sudah!” Kemudian dia berkata, “Benarkah?” Dia lalu meraih dari bawah meja sekeranjang kerikil. Lalu dia memasukkan kerikil-kerikil itu ke dalam ember sambil sedikit mengguncang-guncangkannya, sehingga kerikil itu mendapat tempat diantara celah-celah batu-batu itu.
Lalu ia bertanya kepada siswanya sekali lagi: “Apakah ember ini sudah penuh?”
Kali ini para siswanya hanya tertegun, “Mungkin belum!”, salah satu dari siswanya menjawab. “Bagus!” jawab sang guru. Kembali dia meraih ke bawah meja dan mengeluarkan sekeranjang pasir. Dia mulai memasukkan pasir itu ke dalam ember, dan pasir itu dengan mudah langsung memenuhi ruang-ruang kosong diantara kerikil dan bebatuan. Sekali lagi dia bertanya, “Apakah ember ini sudah penuh?”
“Belum!” serentak para siswanya menjawab.
Sekali lagi dia berkata, “Bagus!”
Lalu ia mengambil sebotol air dan mulai menyiramkan air ke dalam ember, sampai ember itu terisi penuh hingga ke ujung atas. Lalu si guru ini memandang kepada para siswanya dan bertanya: “Apakah maksud dari ilustrasi ini?”
Seorang siswanya yg antusias langsung menjawab, “Maksudnya, betapapun penuhnya jadwalmu, jika kamu berusaha kamu masih dapat menyisipkan jadwal lain kedalamnya!” “Bukan!”, jawab si guru, “Bukan itu maksudnya. Sebenarnya ilustrasi ini mengajarkan kita bahwa: JIKA BUKAN BATU BESAR YANG PERTAMA KALI KAMU MASUKKAN, MAKA KAMU TIDAK AKAN PERNAH DAPAT MEMASUKKAN BATU BESAR ITU KE DALAM EMBER TERSEBUT.
***
“Apakah batu-batu besar dalam hidupmu? Mungkin anak-anakmu, suami atau istrimu, orang-orang yg kamu sayangi, persahabatanmu, kesehatanmu, mimpi-mimpimu. Hal-hal yang kamu anggap paling berharga dalam hidupmu. Ingatlah untuk selalu meletakkan batu-batu besar tersebut sebagai yg pertama, atau kamu tidak akan pernah punya waktu untuk memperhatikannya. Jika kamu mendahulukan hal-hal yang kecil dalam prioritas waktumu, maka kamu hanya memenuhi hidupmu dengan hal-hal yang kecil, kamu tidak akan punya waktu untuk melakukan hal yang besar dan berharga dalam hidupmu”.
Inilah salah satu yang diajarkan dalam manajemen waktu dimana manajemen waktu dapat berupa perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan produktivitas atas waktu. Waktu menjadi salah satu sumber daya unjuk kerja. Sumber daya yang mesti dikelola secara efektif dan efisien. Efektivitas terlihat dari tercapainya tujuan menggunakan waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan efisien tidak lain mengandung dua makna, yaitu: makna pengurangan waktu yang ditentukan, dan makna investasi waktu menggunakan waktu yang ada. Manajemen waktu bertujuan kepada produktifitas yang berarti rasio output dengan input, tampak dan dirasakan seperti membuang-buang waktu dengan mengikuti fungsi manajemen dalam mengelola waktu.
Merencanakan terlebih dahulu penggunaan waktu bukanlah suatu pemborosan melainkan memberikan pedoman dan arah bahkan pengawasan terhadap waktu. Dari tinjauan secara komprehensif pekerjaan yang hendak dikerjakan dan rumusan tertulis sebuah rencana dapat diketahui prioritas hubungan antar aktivitas yang akan dikerjakan sendiri serta didelegasikan. Jebakan yang sering muncul disini adalah rasa percaya diri dapat cepat bila dikerjakan sendiri dimana perasaan itulah yang kurang tepat. Setelah pengorganisasian terjadi maka penggerakan pun dilakukan yang mencakup pelaksanaan sendiri dan pemberian motivasi kepada pemegang delegasi. Satu hal yang penting ialah komitmen kuat untuk konsisten pada rencana dan mengeliminasi gangguan-gangguan termasuk permintaan bantuan dari atasan maupun bawahan dengan cara berani mengatakan “TIDAK”. Akhirnya setelah selesai tuntas pekerjaan dilakukan pengawasan berdasarkan rencana, yang tidak lupa memberikan reward terhadap keberhasilan. Dalam situasi itu sesuai rencana waktu belum selesai sedangkan pekerjaan telah tuntas seyogyanya dipergunakan untuk menambah kuantitas, merencanakan pekerjaan selanjutnya dan atau investasi waktu. Akhirnya, pengelolaan akan kualitas manajamen waktu dapat didasarkan ada kepada empat indikator,yaitu: tetap merencanakan, tetap mengorganisasikan, tetap menggerakkan, dan tetap melakukan pengawasan.
Lalu ia juga mengeluarkan sekitar selusin batu berukuran segenggam tangan dan meletakkan dengan hati-hati batu-batu itu ke dalam ember. Ketika batu itu memenuhi ember sampai ke ujung atas dan tidak ada batu lagi yg muat untuk masuk ke dalamnya, dia bertanya: “Apakah ember ini sudah penuh?” Semua siswanya serentak menjawab, “Sudah!” Kemudian dia berkata, “Benarkah?” Dia lalu meraih dari bawah meja sekeranjang kerikil. Lalu dia memasukkan kerikil-kerikil itu ke dalam ember sambil sedikit mengguncang-guncangkannya, sehingga kerikil itu mendapat tempat diantara celah-celah batu-batu itu.
Lalu ia bertanya kepada siswanya sekali lagi: “Apakah ember ini sudah penuh?”
Kali ini para siswanya hanya tertegun, “Mungkin belum!”, salah satu dari siswanya menjawab. “Bagus!” jawab sang guru. Kembali dia meraih ke bawah meja dan mengeluarkan sekeranjang pasir. Dia mulai memasukkan pasir itu ke dalam ember, dan pasir itu dengan mudah langsung memenuhi ruang-ruang kosong diantara kerikil dan bebatuan. Sekali lagi dia bertanya, “Apakah ember ini sudah penuh?”
“Belum!” serentak para siswanya menjawab.
Sekali lagi dia berkata, “Bagus!”
Lalu ia mengambil sebotol air dan mulai menyiramkan air ke dalam ember, sampai ember itu terisi penuh hingga ke ujung atas. Lalu si guru ini memandang kepada para siswanya dan bertanya: “Apakah maksud dari ilustrasi ini?”
Seorang siswanya yg antusias langsung menjawab, “Maksudnya, betapapun penuhnya jadwalmu, jika kamu berusaha kamu masih dapat menyisipkan jadwal lain kedalamnya!” “Bukan!”, jawab si guru, “Bukan itu maksudnya. Sebenarnya ilustrasi ini mengajarkan kita bahwa: JIKA BUKAN BATU BESAR YANG PERTAMA KALI KAMU MASUKKAN, MAKA KAMU TIDAK AKAN PERNAH DAPAT MEMASUKKAN BATU BESAR ITU KE DALAM EMBER TERSEBUT.
***
“Apakah batu-batu besar dalam hidupmu? Mungkin anak-anakmu, suami atau istrimu, orang-orang yg kamu sayangi, persahabatanmu, kesehatanmu, mimpi-mimpimu. Hal-hal yang kamu anggap paling berharga dalam hidupmu. Ingatlah untuk selalu meletakkan batu-batu besar tersebut sebagai yg pertama, atau kamu tidak akan pernah punya waktu untuk memperhatikannya. Jika kamu mendahulukan hal-hal yang kecil dalam prioritas waktumu, maka kamu hanya memenuhi hidupmu dengan hal-hal yang kecil, kamu tidak akan punya waktu untuk melakukan hal yang besar dan berharga dalam hidupmu”.
Inilah salah satu yang diajarkan dalam manajemen waktu dimana manajemen waktu dapat berupa perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan produktivitas atas waktu. Waktu menjadi salah satu sumber daya unjuk kerja. Sumber daya yang mesti dikelola secara efektif dan efisien. Efektivitas terlihat dari tercapainya tujuan menggunakan waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan efisien tidak lain mengandung dua makna, yaitu: makna pengurangan waktu yang ditentukan, dan makna investasi waktu menggunakan waktu yang ada. Manajemen waktu bertujuan kepada produktifitas yang berarti rasio output dengan input, tampak dan dirasakan seperti membuang-buang waktu dengan mengikuti fungsi manajemen dalam mengelola waktu.
Merencanakan terlebih dahulu penggunaan waktu bukanlah suatu pemborosan melainkan memberikan pedoman dan arah bahkan pengawasan terhadap waktu. Dari tinjauan secara komprehensif pekerjaan yang hendak dikerjakan dan rumusan tertulis sebuah rencana dapat diketahui prioritas hubungan antar aktivitas yang akan dikerjakan sendiri serta didelegasikan. Jebakan yang sering muncul disini adalah rasa percaya diri dapat cepat bila dikerjakan sendiri dimana perasaan itulah yang kurang tepat. Setelah pengorganisasian terjadi maka penggerakan pun dilakukan yang mencakup pelaksanaan sendiri dan pemberian motivasi kepada pemegang delegasi. Satu hal yang penting ialah komitmen kuat untuk konsisten pada rencana dan mengeliminasi gangguan-gangguan termasuk permintaan bantuan dari atasan maupun bawahan dengan cara berani mengatakan “TIDAK”. Akhirnya setelah selesai tuntas pekerjaan dilakukan pengawasan berdasarkan rencana, yang tidak lupa memberikan reward terhadap keberhasilan. Dalam situasi itu sesuai rencana waktu belum selesai sedangkan pekerjaan telah tuntas seyogyanya dipergunakan untuk menambah kuantitas, merencanakan pekerjaan selanjutnya dan atau investasi waktu. Akhirnya, pengelolaan akan kualitas manajamen waktu dapat didasarkan ada kepada empat indikator,yaitu: tetap merencanakan, tetap mengorganisasikan, tetap menggerakkan, dan tetap melakukan pengawasan.
Jumat, 06 Maret 2009
“Survival” Penumpang Kapal Poseidon
Ada sebuah cerita dari film tragedi kapal Poseidon dimana sebuah kapal pesiar mewah terbalik di tengah samudera Atlantik seusai diterjang gelombang yang begitu dahsyat. Para penumpang ikut terbalik dan dihadapkan pada pilihan hidup antara pasrah menunggu maut, menanti bantuan datang, atau nekad mencari jalan keluar sendiri meski harus mempertaruhkan nyawa.
Sebuah pilihan sulit bagi setiap penumpang, namun tidak bagi penjudi Dylan Johns yang nekad mencari jalan keluar dan mengindahkan perintah kapten kapal Michael Bradford yang meminta semua penumpang untuk tetap tinggal bersama di ruang konser sampai bantuan datang. Dylan tidaklah sendirian, dia ditemani Robert Ramsey seorang mantan petugas pemadam kebakaran New York, yang berusaha menemukan puterinya Jennifer Ramsey dan tunangannya Christian.
Di tengah perjalanan mereka mencari jalan keluar dari kepanikan dan ketakutan, bergabunglah Lucky Larry, Maggie James dan putranya Connor James, dan seorang penumpang gelap Elena Gonzales yang diselundupkan ke kapal pesiar dengan bantuan seorang pelayan POSEIDON bernama Marco dan Richard Nelson seorang arsitek. Bersama-sama mereka berjuang dan bertahan di kapal yang makin sulit karena posisi kapal dalam keadaan terbalik. Tujuan mereka hanya satu yaitu keluar dari kapal yang hampir tenggelam dan mencari bantuan.
Mereka berpikir hanya baling-baling kapal yang bisa membawa mereka keluar dari tragedi kapal POSEIDON. Di tengah kondisi kapal yang hancur mereka harus terus secepat mungkin mencari jalan keluar dan melawan waktu untuk tetap bertahan hidup, meski dalam perjalanan mereka harus mengorbankan kawan dalam beberapa kecelakaan dan nasib buruk.
Sementara di ruang konser, penumpang yang tersisa dan lebih memilih mengikuti anjuran Kapten untuk menunggu bantuan datang harus berakhir tragis.
Sementara di ruang konser, penumpang yang tersisa dan lebih memilih mengikuti anjuran Kapten untuk menunggu bantuan datang harus berakhir tragis.
Mereka tidak mempunyai waktu lagi ketika kaca-kaca jendela mulai hancur karena tekanan air yang begitu kuat dan air mulai membanjiri ruangan dan menenggelamkan semua penumpang. Kembali dalam perjuangan para penumpang yang hendak mencari jalan keluar dari kapal POSEIDON, Ramsey nekad mencari ruang kontrol mesin pemutar baling-baling dengan cara terjun ke air menuju ruang kontrol mesin. Dengan nafas yang sudah hampir habis, Ramsey akhirnya berhasil mengarahkan baling-baling berputar ke arah sebaliknya. Ramsey kembali ke ruang baling-baling dimana Dylan dan teman-teman yang cemas dengan keberhasilan Ramsey akhirnya menyadari Ramsey sukses dalam misinya. Tanpa berpikir panjang segera Dylan melempar sebuah tabung nitrogen untuk mengganjal baling-baling berputar, bukannnya baling-baling terganjal justru tabung tersebut meledak membuat baling-baling di kedua sisi kapal hancur berantakan.
Bersamaan dengan hancurnya baling-baling kapal, secara perlahan kapal Poseidon mulai tenggelam, beruntung beberapa penumpang yang tersisa akhirnya berhasil keluar dan berenang menuju sekoci penolong. Dalam luapan kegembiraan berhasil lolos dari maut, Dylan menembakkan tanda peringatan sebagai tanda meminta pertolongan, sampai akhirnya helikopter menyelamatkan mereka. Tak ada yang bisa melebihi rasa bahagia mereka selain rasa syukur keluar dari maut POSEIDON, meski harus meninggalkan pahlawan bersamanya.
***
Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti akan menjumpai suatu kondisi yang tidak kita prediksikan sebelumnya. Terkadang apa yang kita jalani tidak sesuai dengan apa yang kita impikan, fakta menunjukkan bahwa banyak orang yang cukup sering mengalami hal tersebut. Wajar kita sebagai manusia menginginkan sesuatu yang tidak kita miliki atau sesuatu yang tidak kita inginkan.
Kalau flashback cerita tragedi kapal Poseidon, apa yang akan kita hadapi, semua manusia tidak akan pernah tahu apakah peristiwa itu buruk bagi pandangan kita ataukah baik? apakah kita merasa gagal ataukah sukses? Tentu setiap orang akan menginginkan yang terbaik untuk dirinya, namun Tuhan mempunyai rencana “bagaimana kapal pesiar yang begitu mewah bernama Poseidon terbalik karena hantaman ombak yang begitu dahsyat, akhirnya menyisakan beberapa penumpang yang selamat dan rasa syukur yang tak terbandingkan karena telah luput dari maut.” Walau peristiwa kapal Poseidon hanya ada di dalam cerita film tetapi hal inilah yang sering terjadi di dalam kehidupan kita sehari-hari, bagaimana kita mengarahkan hati untuk selalu melihat sisi positif dari suatu kejadian dan segala sesuatu yang sudah kita miliki saat ini.
Berat memang bersyukur di masa-masa sulit: bagaimana kita mau bersyukur kalau kita mengalami kesulitan perekonomian keluarga, kematian orang yang dicintai, dan cobaan-cobaan lainnya, dimana masa-masa itu sulit rasanya menemukan sesuatu hal yang patut untuk bisa kita syukuri.
Manusia memang dihadapkan pada pilihan sisi positif ataukah sisi negatif, percayalah Tuhan mempunyai rencana dibalik peristiwa yang kita anggap pahit, lihatlah bagaimana beberapa penumpang kapal Poseidon mendapatkan momentum tepat untuk bersyukur kepada Tuhan pada saat luput dari maut. Momentum inilah yang akan membawa kita untuk selalu bersyukur, sepahit apapun peristiwa yang terjadi, pasti memberi kita kesempatan untuk tumbuh menjadi lebih baik dan mentransformasi hidup kita. Ketika kita mengalami masa sulit lihatlah di sekeliling kita bagaimana orang-orang di dunia ini juga merasakan masa yang jauh lebih sulit dibandingkan masa sulit yang kita alami, bagaimana orang-orang di sekeliling kita masih banyak yang tidak bisa memiliki apa yang kita miliki saat ini.
Apabila pandangan ini kita kembangkan maka momentum saat masa sulit akan membuat kita lebih bisa bersyukur karena pelajaran hidup menjadikan kita lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih mencintai kehidupan. Sama halnya ketika kehidupan kita mengalami kesuksesan seharusnya hal itu menjadi momentum tepat untuk bersyukur, karena terkadang kita sering melupakan peran Tuhan atas keberhasilan itu. Ingat ada sebuah pepatah
“Kesuksesan bukanlah kunci dari kebahagiaan, akan tetapi kebahagiaan merupakan kunci dari kesuksesan.”
Jadi materi dan jabatan tidak bisa menjamin seseorang mendapatkan kebahagiaan, karena ada orang yang berkelimpahan harta tetapi ternyata kehidupannya tidak bahagia. Ada orang yang telah meraih ketenaran tetapi ternyata di sisi yang lain, ia masih saja tidak bahagia. Ada pula orang yang sebenarnya mengalami masa sulit tetapi ia selalu belajar menemukan momentum untuk bersyukur kepada Tuhan atas apa yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga ia selalu merasa bahagia. Artinya kejernihan hatilah yang akan menentukan, apakah pilihan hidup untuk selalu pada sisi positif ataukah sisi negatif, kalau sisi positif maka optimisme, kepercayaan diri, dan semangat hidup yang besar akan kita dapatkan sebagai bekal menghadapi tantangan hidup, tetapi ketika pilihan hati jatuh pada sisi negatif maka kehancuranlah yang akan kita dapatkan.
Sebuah hasil penelitian di Belanda, yang diterbitkan di Archives of General Psychiatry edisi November 2004, telah memberitakan bahwa orang-orang mempunyai keoptimisan memiliki resiko kematian yang lebih rendah terhadap suatu penyakit. Penelitian ini melibatkan lebih dari 900 orang, pria dan wanita, berumur antara 65 tahun sampai 85 tahun, berdasarkan isian kuesioner yang meliputi kesehatan, harga diri, moral, optimisme dan hubungan dengan orang lain.
Dilaporkan bahwa orang-orang yang tingkat optimismenya tinggi memiliki resiko kematian 55% lebih rendah untuk semua penyakit dan 23% lebih rendah untuk resiko kematian akibat penyakit jantung (cardiovascular) dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki tingkat pesimisme yang tinggi.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh para peneliti dari University of Wisconsin-Madison, yang diterbitkan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences juga menunjukkan bahwa aktivitas otak yang berkaitan dengan ‘pikiran negatif’ memperlemah sistem kekebalan tubuh. Orang-orang yang memiliki aktivitas otak yang sangat tinggi di daerah otak ‘pre-frontal cortex’ bagian kanan, yang berkaitan dengan ‘pikiran negatif’ (misalnya sikap pesimis) memiliki respon yang lebih buruk terhadap vaksin influenza. Aktivitas otak yang tinggi di bagian ‘pre-frontal cortex’ kiri, yang berkaitan dengan emosi positif, lebih bagus respon-nya terhadap vaksin.
Study menarik lainnya dilakukan oleh Dr. Judith Tedlie Moskowitz dari University of California-San Francisco yang membuktikan hubungan antara ‘positive feeling’ dengan resiko kematian akibat penyakit AIDS. Penelitian ini melibatkan 407 orang pria penderita HIV/AIDS dari daerah San Francisco antara tahun 1984 sampai 1993 dan lebih dari separohnya kemudian meninggal dunia. Dr. Judith menemukan bahwa orang-orang yang memiliki skala ‘positive feeling’ tinggi dalam bersyukur telah menurunkan resiko kematiannya. Namun tidak demikian dengan ‘negative feeling’ yang ternyata tidak memiliki pengaruh yang ’significant’. Artinya bahwa ‘positive feeling’ merupakan ‘active ingredient’ di dalam penanganan penderita pasca terkena HIV/AIDS, untuk memberikan tambahan unsur pelindung atas sistem kekebalan tubuhnya.
Penelitian ini membuktikan rasa syukur, emosi positif, positif feeling dan sejenisnya memiliki pengaruh yang bermanfaat dan signifikan bagi kesehatan manusia. Hal ini menunjukkan orang-orang yang bersyukur memiliki emosi positif yang lebih tinggi, lebih puas dengan hidup mereka, vitalitas yang lebih tinggi, lebih optimis dan memiliki tingkat depresi dan stres yang lebih rendah.
Makna Dibalik Peristiwa
Anthony Robin menceritakan sebuah true story tentang kejadian mengerikan yang dialami oleh W Mitchel. Mitchel mengalami kecelakaan yang sangat mengerikan saat dia mengendarai sepeda motor tiba-tiba terlihat truk berhenti mendadak. Dalam usahanya mengurangi kecepatan, ia terperosok ke bawah truk. Tutup tangki bensinnya terlempar, dan hal buruk pun terjadi. Bahan bakar mengalir keluar dan membuat sepeda motornya meledak, sehingga 85% tubuhnya mengalami luka bakar. Dan bagaimana cara Mitchel mengatasi apa yang dialaminya. Ia tidak menyerah. Ia berusaha tetap hidup dan meniti kembali karier usahanya. Ia masih hidup sehat tinggal di Colorado. Sejak kecelakaan motornya yang mengerikan, ia diketahui lebih berhasil dan bahagia dari sebelumnya. Ia menjadi orang yang paling berpengaruh di Amerika dan menjadi jutawan. Bahkan mencalonkan diri menjadi anggota kongres dan gubernur Colorado.
***
Ada sebuah newsletter yang dikirimkan ke email saya dari www.kingsonsurya.com dan saya anggap materi ini sangat menarik untuk kita renungkan sama persis dengan cerita di atas. Mengenai kaos kaki usang yang masih saja kita simpan karena kaos kaki itu pemberian dari seseorang yang kita cintai. Kalau orang lain pasti akan menilai sepertinya terlalu berlebihan kaos kaki usang terus saja disimpan di dalam lemari.
Akan tetapi bagi si empunya, nilai historis di dalamnya yang menjadikan kaos kaki usang itu begitu istimewa. Lalu bagaimana jadinya kalau ada anggota keluarga yang membuangnya begitu saja? Tentu si empunya akan merasa bersedih bahkan mungkin akan marah. Masalahnya bukan pada dibuangnya kaos kaki tersebut melainkan makna dibalik kaos kaki usang itulah yang akan dipertahankan oleh si empunya, entah efek dari makna tersebut positif ataukah negatif. Kalau kaos kaki usang itu menimbulkan efek positif maka memori yang dikandungnya akan membawa kita sebagai si empunya akan merasa senang, puas, termotivasi, percaya diri, dan sebagainya. Begitu juga sebaliknya, efek negatif hanya akan menimbulkan perasaan takut, menyesal, tidak puas, tidak percaya diri, dan sebagainya.
Sebenarnya memori atas kaos kaki dimana makna yang terkandung bisa menimbulkan efek positif maupun negatif hanyalah kerja dari pikiran kita saja. Artinya bagaimana kita sebagai si pelaku menyikapi sebuah peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Bob Proctor memperkenalkan hukum polaritas dimana:
“Segala yang ada di alam semesta ini memiliki lawannya. Tidak akan ada yang disebut ‘dalam ruangan’ bila tidak ada yang disebut ‘luar ruangan’. Juga segala sesuatu itu sama sekaligus berlawanan.”
Bila jarak antara pintu ke meja tamu adalah 3 kaki, maka itu juga berarti jarak antara meja tamu ke pintu tersebut adalah 3 kaki juga. Bila jarak dari Yogyakarta ke Solo adalah 60 km, maka itu juga berarti jarak dari Solo ke Yogyakarta adalah 60 km. Artinya kedua kalimat tersebut mempunya arti yang sama. Begitu juga ada suatu kejadian yang kita anggap buruk maka sesungguhnya ada sesuatu yang baik ada di dalamnya. Martha Washington mengatakan bahwa “Dari pengalaman saya belajar bahwa hal yang paling menentukan kebahagiaan atau kesengsaraan hidup kita adalah watak kita, bukan kejadian-kejadian dalam hidup kita.” Artinya sebuah peristiwa akan dapat kita katakan berefek positif atau negatif, akan tergantung dari sudut pandang kita sendiri bagaimana cara kita menyikapi sebuah kejadian baik itu berefek positif maupun negatif.
Sekarang bagaimana caranya mengarahkan hati memilih pada sisi pilihan positif dimana pilihan positif akan membawa kita pada pikiran yang positif. Sedangkan pikiran yang positif akan berdampak pada sikap yang positif, kemudian sikap ini akan menciptakan tindakan yang positif pula. Otomatis dukungan positif akan mengalir pula pada diri kita. Manusia diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan hati, apakah akan melihat suatu peristiwa dari sudut pandang positif ataukah negatif. Sebagai contoh dua orang pekerja bangunan bernama Ali dan Aksan, ketika Ali ditanya oleh seseorang apa pekerjaanmu? Ia menjawab dengan wajah tertunduk dan suaranya sangat lirih, “Aku setiap hari hanya duduk menyusun batu bata di atas batu bata yang lainnya.” Kemudian Aksan juga diberi pertanyaan yang sama, ia pun menjawab dengan semangat yang tinggi, “Aku tenaga ahli bangunan yang telah membantu mendirikan gedung-gedung yang sekarang Anda lihat itu. Tanpa adanya peranku, gedung-gedung itu tidak akan bisa berdiri”
Sekarang Anda bisa rasakan keduanya mempunyai profesi yang sama, tetapi keduanya sangat berbeda dalam melihat cara pandang pekerjaannya. Betapa Ali mengkerdilkan pekerjaannya, tidak percaya diri, dan menganggap sepele apa yang dilakukannya sekarang, akan tetapi Aksan begitu percaya diri bahwa tanpa perannya, tidak ada gedung yang bisa berdiri semegah ini.
Sebenarnya jawaban keduanya tidak ada yang salah, hanya saja yang membedakan jawaban keduanya adalah sudut pandang yang jauh berbeda yang diperlihatkan Ali dan Aksan. Bagaimana Aksan bisa mengambil anugerah dari pekerjaannya, menemukan sisi baik dari pekerjaannya, bersikap optimis, dan menumbuhkan efek positif pada dirinya.
Sebenarnya jawaban keduanya tidak ada yang salah, hanya saja yang membedakan jawaban keduanya adalah sudut pandang yang jauh berbeda yang diperlihatkan Ali dan Aksan. Bagaimana Aksan bisa mengambil anugerah dari pekerjaannya, menemukan sisi baik dari pekerjaannya, bersikap optimis, dan menumbuhkan efek positif pada dirinya.
Dengan menentukan pilihan pada sisi yang positif maka Aksan akan lebih berpeluang untuk bisa lebih berkembang karena pikiran, sikap, dan tindakan positif lebih bisa membangkitkan pemikiran yang kreatif dalam menyelesaikan masalah dan tantangan hidup. Ada ungkapan yang sangat menarik:
“Anda adalah orang yang sangat bernilai, berarti dan penting, meskipun keadaan Anda saat ini bisa saja membuat Anda merasa sebaliknya.”
— James Newman.
— James Newman.
Artinya sudut pandang yang kita pilih akan sangat menentukan kualitas hidup kita, maka kejernihan hati akan sangat penting untuk melakukan introspeksi diri, perenungan, dan refleksi atas apa yang kita hadapi sekarang ini maupun yang akan datang.
Langganan:
Postingan (Atom)