Jumat, 06 Maret 2009

“Survival” Penumpang Kapal Poseidon

Ada sebuah cerita dari film tragedi kapal Poseidon di­mana sebuah kapal pesiar mewah terbalik di te­ngah samudera Atlantik seusai diterjang ge­lom­bang yang begitu dahsyat. Para penumpang ikut ter­balik dan dihadapkan pada pilihan hidup antara pa­srah menunggu maut, menanti bantuan datang, atau nekad mencari jalan keluar sendiri meski harus mem­pertaruhkan nyawa.
Sebuah pilihan sulit bagi setiap penumpang, na­mun tidak bagi penjudi Dylan Johns yang nekad men­cari jalan keluar dan mengindahkan perintah kap­ten kapal Michael Bradford yang meminta se­mua penumpang untuk tetap tinggal bersama di ruang konser sampai bantuan datang. Dylan ti­dak­lah sendirian, dia ditemani Robert Ramsey seorang man­tan petugas pemadam kebakaran New York, yang berusaha menemukan puterinya Jennifer Ram­sey dan tunangannya Christian.
Di tengah perjalanan mereka mencari jalan ke­luar dari kepanikan dan ketakutan, bergabunglah Luc­ky Larry, Maggie James dan putranya Connor Ja­mes, dan seorang penumpang gelap Elena Gon­za­les yang diselundupkan ke kapal pesiar dengan ban­tuan seorang pelayan POSEIDON bernama Mar­co dan Richard Nelson seorang arsitek. Bersama-sa­ma mereka berjuang dan bertahan di kapal yang ma­kin sulit karena posisi kapal dalam keadaan ter­ba­lik. Tujuan mereka hanya satu yaitu keluar dari ka­pal yang hampir tenggelam dan mencari bantuan.
Me­reka berpikir hanya baling-baling kapal yang bi­sa mem­bawa mereka keluar dari tragedi kapal POSEI­DON. Di tengah kondisi kapal yang hancur me­reka harus terus secepat mungkin mencari jalan ke­luar dan melawan waktu untuk tetap bertahan hi­dup, meski dalam perjalanan mereka harus me­ng­or­bankan kawan dalam beberapa kecelakaan dan nasib buruk.
Sementara di ruang konser, penumpang yang ter­­­sisa dan lebih memilih mengikuti anjuran Kapten un­­tuk menunggu bantuan datang harus berakhir tra­­gis.
Mereka tidak mempunyai waktu lagi ketika ka­ca-kaca jendela mulai hancur karena tekanan air yang begitu kuat dan air mulai membanjiri ruangan dan menenggelamkan semua penumpang. Kembali da­­­lam perjuangan para penumpang yang hendak men­cari jalan keluar dari kapal POSEIDON, Ramsey ne­­kad mencari ruang kontrol mesin pemutar ba­ling­-baling dengan cara terjun ke air menuju ruang kon­trol mesin. Dengan nafas yang sudah hampir ha­bis, Ramsey akhirnya berhasil mengarahkan baling-ba­ling berputar ke arah sebaliknya. Ramsey kembali ke ruang baling-baling dimana Dylan dan teman-te­man yang cemas dengan keberhasilan Ramsey akhir­nya menyadari Ramsey sukses dalam misinya. Tan­pa berpikir panjang segera Dylan melempar se­buah tabung nitrogen untuk mengganjal baling-ba­ling berputar, bukannnya baling-baling terganjal jus­tru tabung tersebut meledak membuat baling-ba­ling di kedua sisi kapal hancur berantakan.
Bersamaan dengan hancurnya baling-baling ka­pal, secara perlahan kapal Poseidon mulai teng­ge­lam, beruntung beberapa penumpang yang tersisa akhir­­nya berhasil keluar dan berenang menuju se­ko­ci penolong. Dalam luapan kegembiraan berhasil lo­­los dari maut, Dylan menembakkan tanda pe­ri­ngat­an sebagai tanda meminta pertolongan, sam­pai akhirnya helikopter menyelamatkan mereka. Tak ada yang bisa melebihi rasa bahagia mereka selain ra­­sa syukur keluar dari maut POSEIDON, meski harus me­­­ninggalkan pahlawan bersamanya.
***
Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti akan men­jum­­­pai suatu kondisi yang tidak kita prediksikan se­be­­­lumnya. Terkadang apa yang kita jalani tidak se­suai dengan apa yang kita impikan, fakta me­nun­juk­­­kan bahwa banyak orang yang cukup sering me­ng­­a­lami hal tersebut. Wajar kita sebagai manusia meng­­­inginkan sesuatu yang tidak kita miliki atau se­­­­suatu yang tidak kita inginkan.
Kalau flashback ce­ri­ta tragedi kapal Poseidon, apa yang akan kita hadapi, semua manusia tidak akan pernah tahu apakah peristiwa itu buruk bagi pan­­­dangan kita ataukah baik? apakah kita merasa ga­­­gal ataukah sukses? Tentu setiap orang akan me­ng­­­inginkan yang terbaik untuk dirinya, namun Tu­­han mempunyai rencana “bagaimana kapal pe­siar yang begitu mewah bernama Poseidon terbalik ka­­re­na hantaman ombak yang begitu dahsyat, akhir­nya menyisakan beberapa penumpang yang se­la­mat dan rasa syukur yang tak terbandingkan ka­re­na telah luput dari maut.” Walau peristiwa kapal Po­sei­don hanya ada di dalam cerita film tetapi hal ini­­lah yang sering terjadi di dalam kehidupan kita se­ha­ri-hari, bagaimana kita mengarahkan hati untuk se­­lalu melihat sisi positif dari suatu kejadian dan se­ga­­la sesuatu yang sudah kita miliki saat ini.
Berat me­mang bersyukur di masa-masa sulit: ba­­gaimana kita mau bersyukur kalau kita me­nga­la­mi kesulitan perekonomian keluarga, kematian orang­ yang dicintai, dan cobaan-cobaan lainnya, di­ma­­na masa-masa itu sulit rasanya menemukan se­sua­­tu hal yang patut untuk bisa kita syukuri.
Manusia memang dihadapkan pada pilihan sisi po­­sitif ataukah sisi negatif, percayalah Tuhan mem­pu­nyai rencana dibalik peristiwa yang kita anggap pa­­hit, lihatlah bagaimana beberapa penumpang ka­pal Poseidon mendapatkan momentum tepat un­tuk bersyukur kepada Tuhan pada saat luput dari maut. Momentum inilah yang akan membawa kita un­­tuk selalu bersyukur, sepahit apapun peristiwa yang terjadi, pasti memberi kita kesempatan untuk tum­­buh menjadi lebih baik dan mentransformasi hi­­dup kita. Ketika kita mengalami masa sulit lihatlah di sekeliling kita bagaimana orang-orang di dunia ini juga merasakan masa yang jauh lebih sulit di­ban­­dingkan masa sulit yang kita alami, bagaimana orang-orang di sekeliling kita masih banyak yang ti­d­ak bisa memiliki apa yang kita miliki saat ini.
Apabila pandangan ini kita kembangkan maka mo­­mentum saat masa sulit akan membuat kita le­bih bisa bersyukur karena pelajaran hidup men­ja­di­­kan kita lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih men­cin­­tai kehidupan. Sama halnya ketika kehidupan ki­ta mengalami kesuksesan seharusnya hal itu men­ja­­­­di momentum tepat untuk bersyukur, karena ter­ka­d­ang kita sering melupakan peran Tuhan atas ke­ber­­ha­silan itu. Ingat ada sebuah pepatah
“Kesuksesan bukanlah kunci dari kebahagiaan, akan tetapi kebahagiaan merupakan kunci dari kesuksesan.”
Jadi materi dan jabatan tidak bisa menjamin se­se­­orang mendapatkan kebahagiaan, karena ada orang yang berkelimpahan harta tetapi ternyata ke­hi­­dup­annya tidak bahagia. Ada orang yang telah me­­raih ketenaran tetapi ternyata di sisi yang lain, ia ma­­sih saja tidak bahagia. Ada pula orang yang se­be­­nar­nya mengalami masa sulit tetapi ia selalu be­la­­jar menemukan momentum untuk bersyukur ke­pa­­da Tuhan atas apa yang telah dilimpahkan-Nya, se­­hingga ia selalu merasa bahagia. Artinya ke­jer­nih­an hatilah yang akan menentukan, apakah pilihan hi­dup untuk selalu pada sisi positif ataukah sisi ne­gatif, kalau sisi positif maka optimisme, kepercayaan diri, dan semangat hidup yang besar akan kita da­pat­kan sebagai bekal menghadapi tantangan hi­dup, tetapi ketika pilihan hati jatuh pada sisi negatif ma­ka kehancuranlah yang akan kita dapatkan.
Sebuah hasil penelitian di Belanda, yang di­ter­bit­kan di Archives of General Psychiatry edisi November 2004, telah memberitakan bahwa orang-orang mem­punyai keoptimisan memiliki resiko kematian yang lebih rendah terhadap suatu penyakit. Pe­ne­li­ti­an ini melibatkan lebih dari 900 orang, pria dan wa­nita, berumur antara 65 tahun sampai 85 tahun, ber­­dasarkan isian kuesioner yang meliputi ke­se­hat­an, harga diri, moral, optimisme dan hubungan de­ngan orang lain.
Dilaporkan bahwa orang-orang yang tingkat op­­­ti­mismenya tinggi memiliki resiko kematian 55% le­­bih rendah untuk semua penyakit dan 23% lebih ren­­dah untuk resiko kematian akibat penyakit jan­tung (cardiovascular) dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki tingkat pesimisme yang tinggi.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh para pe­ne­liti dari University of Wisconsin-Madison, yang di­ter­bitkan di jurnal Proceedings of the National Acade­my of Sciences juga menunjukkan bahwa aktivitas otak yang berkaitan dengan ‘pikiran negatif’ mem­per­lemah sistem kekebalan tubuh. Orang-orang yang memiliki aktivitas otak yang sangat tinggi di dae­rah otak ‘pre-frontal cortex’ bagian kanan, yang ber­kaitan dengan ‘pikiran negatif’ (misalnya sikap pe­simis) memiliki respon yang lebih buruk terhadap vak­sin influenza. Aktivitas otak yang tinggi di bagian ‘pre-frontal cortex’ kiri, yang berkaitan dengan emosi po­sitif, lebih bagus respon-nya terhadap vaksin.
Study menarik lainnya dilakukan oleh Dr. Judith Te­dlie Moskowitz dari University of California-San Fran­cisco yang membuktikan hubungan antara ‘po­si­tive feeling’ dengan resiko kematian akibat pe­nya­kit AIDS. Penelitian ini melibatkan 407 orang pria pen­derita HIV/AIDS dari daerah San Francisco antara ta­hun 1984 sampai 1993 dan lebih dari separohnya ke­mudian meninggal dunia. Dr. Judith menemukan bah­wa orang-orang yang memiliki skala ‘positive feel­ing’ tinggi dalam bersyukur telah menurunkan re­siko kematiannya. Namun tidak demikian dengan ‘ne­gative feeling’ yang ternyata tidak memiliki pe­ng­aruh yang ’significant’. Artinya bahwa ‘positive feeling­’ merupakan ‘active ingredient’ di dalam penanganan pen­derita pasca terkena HIV/AIDS, untuk mem­be­ri­kan tambahan unsur pelindung atas sistem ke­ke­bal­an tubuhnya.
Penelitian ini membuktikan rasa syukur, emosi po­­sitif, positif feeling dan sejenisnya memiliki peng­aruh yang bermanfaat dan signifikan bagi ke­se­hat­an manusia. Hal ini menunjukkan orang-orang yang ber­syukur memiliki emosi positif yang lebih tinggi, le­bih puas dengan hidup mereka, vitalitas yang le­bih tinggi, lebih optimis dan memiliki tingkat de­pre­­si dan stres yang lebih rendah.

Tidak ada komentar: