Minggu, 20 Juli 2008

HEBATNYA MIE GORENG DAN HONDA

Suatu pagi istri menawari saya sarapan mie goreng. "Yah.. mau sarapan mie?" tanya istriku. "Mau...," kujawab secara spontan. "Mie yang apa?" tanya istri. Otomatis saya menyebutkan Indomie Goreng. Kenapa memilih Indomie Goreng? Alasan saya karena rasanya yang "pas" di lidah. Hal ini juga terjadi pada anak-anak kecil ketika mereka menginginkan mie goreng maka kebanyakan Indomie Goreng yang muncul dalam benak mereka.
Berselang tidak begitu lama perbincangan kami mengarah pada motor idaman yang ingin kami miliki. Tanpa pikir panjang nama Honda muncul dalam diskusi kami. Alasannya kami menginginkan motor keluarga yang nyaman dikendarai, bensin irit, suku cadang tersedia dalam berbagai kualitas, mesinnya dapat diandalkan, harga purna jualnya tinggi, dan peminat untuk motor Honda lebih banyak dibanding lainnya. Secara kebetulan sudah sejak lama keluarga kami berdua juga memilih motor Honda sebagai prioritas utama dalam memilih motor. Jadi ternyata dalam benak pikiran kami ada semacam kenangan indah masa lampau yang menjadikan kami memilih Honda disamping nilai-nilai plus produk tersebut.
Kedua produk ini memberikan pelajaran berharga bagi saya sebagai bahan perenungan di kantor. Bahwa Indomie Goreng dan Honda begitu kuatnya menanamkan anchor dalam pikiran banyak orang sehingga pikiran begitu mudahnya kedua nama ini muncul menjadi pilihan utama.
***

Ada pelajaran berharga yang bisa kita renungkan sebagai bahan pemikiran. Cerita di atas sama halnya dengan traffic light. Kita semua berpikir ketika lampu traffic light merah maka semua kendaraan akan berhenti. Begitu juga ketika lampu traffic light hijau, semua orang berpikir untuk melanjutkan perjalanannya. Kuning menandakan semua kendaraan bersiap-siap untuk berhenti ataupun jalan kembali. Ini semua berlangsung secara otomatis karena semua orang sudah mengetahuinya.
Dalam ilmu motivasi keadaan yang otomatis orang akan berpikir bahwa merah berarti berhenti, kuning berarti bersiap-siap, dan hijau berarti jalan disebut sebagai teknik anchoring. Dengan bahasa yang sederhana didevinisikan sebagai kita terjangkar oleh suatu peristiwa. Anchor ada tiga jenis;
Pertama: Anchor secara visual atau melalui penglihatan. Pada saat kita melihat orang yang berbaju putih, maka kita akan berpikir orang tersebut perawat, suster, atau dokter.
Kedua: Anchor secara audio yang dilakukan melalui suara atau bunyi-bunyian. Sebagai contoh bunyi kenthongan merupakan pertanda, warga secara otomatis akan mengetahuinya dengan baik. Apakah pertanda waktu ronda, selesai ronda, terjadi pencurian atau pertanda bahaya alam? Semuanya sudah terekam di dalam memori bawah sadarnya.
Ketiga: Anchor kinestik atau gerakan. Perhatikanlah ketika kita ditepuk pundak kanan ataupun kiri, otomatis kita akan berpikir yang menepuk pundak kita adalah orang dekat atau orang yang sangat dicintai. Atau ketika kita meminta seseorang untuk segera diam maka telunjuk tangan kita secara otomatis didekatkan ke mulut, sambil melihat orang yang diminta untuk diam. Otomatis orang itu akan segera mengakhiri percakapannya atau kegaduhannya.
Sehubungan dengan Indomie maupun Honda, kedua perusahaan ini berhasil membuat brand name yang memorable. Mengapa? Karena mereka mampu menciptakan sesuatu yang berbeda dan mudah diingat oleh konsumen. Disinilah perusahaan telah berhasil menciptakan anchor yang telah melibatkan panca indera, perasaan, suasana dan kenangan kepada semua orang. Pemberian brand name tidaklah mudah karena perusahaan harus mampu menciptakan produk dengan kualitas baik, konsisten, dan mempunyai ciri khas.
Salah satunya Honda merupakan sebuah produsen motor yang paling besar dari segi pemasaran, produk maupun asetnya. Kesuksesan Honda menguasai pasar berkat usahanya dalam meng-anchor konsumen dari berbagai kalangan masyarakat. Honda tidak saja menciptakan produk motor yang berkualitas dengan harga yang tinggi pula, akan tetapi Honda juga memproduksi motor untuk berbagai segmen dengan kualitas yang sama secara konsisten. Kebutuhan konsumen selalu terakomodir sehingga inilah yang menjadikan konsumen tidak perlu melirik ke merk yang lain.
Salah satu cara meng-anchor brand image perusahaan yaitu dengan membangun ciri khas, seperti image sporty oleh Yamaha dan super fast ala Kawasaki. Namun, mengapa penjualan Yamaha dan Kawasaki belum bisa menyamai Honda? Karena usaha Yamaha dan Kawasaki dalam mengkotak-kotakkan pembeli inilah yang menyebabkan tidak semua kelompok konsumen terakomodir. Hanya para konsumen yang fanatik dengan gaya sporty-lah yang menjadikan Yamaha dan Kawasaki sebagai pilihan utamanya, padahal kelompok ini tidak sebanyak kelompok pembeli pada umumnya.
Disinilah letak pentingnya menciptakan anchor pada pikiran kebanyakan orang agar ketika mendengar kata-kata, melihat sesuatu atau menginginkan sesuatu akan teringat pada produk kita.
Teknik anchoring juga bisa diterapkan di dalam diri kita persis seperti ketika saya mempunyai memori indah dengan produk Honda dan Indomie Goreng tersebut. Satu hal yang perlu kita kembangkan adalah libatkan panca indera kita untuk menanamkan memori indah ketika sukses dalam hal tertentu. Rasakan suasananya, warna-warni yang ada saat itu, perasaan kita, semangat kita serta libatkan kelima panca indera kita untuk menanamkan gambaran yang jelas dalam otak bawah sadar kita. Hal ini akan sangat berguna ketika mood sedang down, kita tinggal klik saja anchor tersebut maka semangat untuk sukses dan memori indah akan muncul kembali.

Kamis, 17 Juli 2008

PERCAKAPAN BURUNG GAGAK DENGAN BURUNG KAKAK TUA


Ada seekor burung gagak yang berjumpa dengan seekor burung kakak tua. Burung gagak kelihatan gelisah ketika seekor burung kakak tua menanyakan tentang kegelisahannya. "Kenapa kelihatannya gelisah wahai saudaraku?" tanya burung kakak tua.
"Orang-orang disini tidak suka dengan suaraku," jawab burung gagak. "Saya mau pindah ke timur," jawab burung gagak. "Mengapa?" tanya burung kakak tua. "Mungkin di sana orang-orang akan menyukai suaraku." "Ooo... itu masalahnya. Cobalah ubah suaramu menjadi lebih bagus agar mereka menyukaimu karena sebelum kamu ubah suaramu, pindah kemanapun juga orang tidak akan menyukai suaramu itu," kata burung kakak tua.

***

Nah, dari cerita yang sederhana ini dapat diambil suatu hikmah bahwa kita tidak bisa memaksa orang lain untuk berubah. Akan tetapi hal paling utama adalah mengubah diri kita sendiri sebelum kita terlibas oleh perubahan itu sendiri.
Perubahan pasti akan terjadi dimana teknologi baru, informasi baru, keterampilan baru, ilmu baru akan silih berganti membawa perubahan dalam sejarah peradaban manusia. Di era globalisasi yang diwarnai dengan gejolak perubahan mempertahankan status qua bukanlah keputusan yang bijak. Kisah burung gagak yang hendak pindah ke Timur karena suaranya yang parau tidak disukai oleh penduduk sekitar, juga akan dialaminya di lain daerah. Ketika kita melihat bahwa segala sesuatu di sekitar kita berubah, sebagai contoh di dunia bisnis: keinginan pelanggan berubah, peraturan yang berlaku berubah, para kompetitor menerapkan strategi bersaing yang senantiasa diperbaharui serta infrastruktur pendukung bisnis juga menggunakan teknologi yang senantiasa berubah maka perubahan bukan lagi satu pilihan alternatif tetapi sudah menjadi keharusan.
Memang kita akan mengalami sebuah proses di luar zona kenyamanan yang selama ini kita pilih sebagai kondisi aman. Kekhawatiran itu wajar karena untuk melakukan suatu perubahan, kita harus melalui suatu proses yang mungkin menyakitkan dan berisiko kegagalan. Akan tetapi kunci kesuksesan justru ada pada perubahan itu sendiri, jadi kita tidak perlu mencemaskannya.
Ada beberapa syarat dalam buku The Hearth of Change karya John P. Kotter dan Dan S. Cohen yang bisa dijadikan sebuah bahan perenungan bahwa orang akan terdorong untuk berubah karena ia "melihat" urgensi untuk berubah, "merasakan" dan kemudian "melakukan" perubahan. "Melihat" bisa berupa kegagalan, kesalahan, kekalahan dan kerugian baik yang terjadi maupun yang masih berupa potensi dan kemungkinan yang terjadi. Urgensi bisa berujud kesuksesan, kemenangan, dan keuntungan yang mungkin diraih dengan melakukan perubahan. Sebagai contoh di dalam perusahaan yang ingin menerapkan suatu sistem baru, budaya kerja baru akibat adanya akuisisi, ataupun pembelajaran korporasi baru maka mereka perlu memperlihatkan urgensi untuk berubah kepada manajemen puncak dan karyawan di berbagai lapisan.
Berhasil dan tidaknya usaha untuk "memperlihatkan" urgensi kepada pimpinan dan karyawan di seluruh level perusahaan tergantung pada usaha dalam "memperlihatkan" urgensi tersebut. Apakah mereka bisa "merasakan" perlunya dilakukan berbagai perubahan untuk memecahkan masalah yang terjadi ataukah tidak.
"Perasaan" merupakan kekuatan yang sangat dahsyat dibanding dengan angka-angka dan tabel statistik setiap laporan bulanan. Perasaan atau emosi yang kuat seperti inilah yang perlu dibangkitkan oleh pimpinan untuk menggerakkan semua lapisan agar melakukan perubahan yang tearah dan sistematis sesuai dengan tujuan perusahaan.
Di dalam perusahaan yang jumlah karyawannya lebih dari 1000 orang, seorang pimpinan tidaklah cukup dalam memberikan suri tauladan mengenai perubahan itu sendiri. Maka perusahaan memerlukan sebuah tim pelopor yang akan mengejewantahkan visi yang telah disepakati sebagai bentuk usaha "melihat" dan "merasakan" urgensi melakukan suatu perubahan. Tim pelopor inilah yang akan memperlihatkan perubahan-perubahan yang ingin dicapai perusahaan agar dapat "dirasakan" oleh seluruh jajaran perusahaan agar bisa lebih mudah dipahami dan dihayati.
Dengan demikian seluruh karyawan bisa saling termotivasi untuk "melaksanakan" upaya yang mengarah pada visi yang sama, sehingga energi yang ditimbulkan bisa terkonsolidasi dengan baik dan tujuan lebih cepat terealisasi.
Hal-hal yang perlu dilakukan agar perubahan bisa berhasil:
Pertama; Lakukan sosialisasi karena sosialisasi merupakan tindakan yang sangat penting, hal ini bisa berupa slogan dengan kata-kata tulus yang disebarkan ke seluruh level perusahaan.
Kedua; Antisipasi hambatan yang akan muncul dalam rangka melakukan suatu perubahan. Ketika kita akan melakukan suatu perubahan, hambatan akan muncul dari berbagai pihak yang merasa terancam akan kepentingannya. Kesuksesan dalam mengantisipasi hambatan terletak pada strategi yang efektif dan perencanaan yang rinci. Keberhasilannya akan mempermudah semua jajaran untuk "melaksanan" tindakan perubahan.
Ketiga; Hargailah kemenangan-kemenangan kecil yang bisa diraih dalam perjalanan menuju sukses. Sebuah perubahan besar terdiri dari kumpulan perubahan kecil yang terstruktur dan sistematis dari semua lapisan, maka kemenangan kecil itu perlu mendapatkan penghargaan dari setiap pimpinan dan teman sejawat.
Keempat; Perubahan dilakukan secara bergelombang daripada perubahan besar yang digulirkan dengan satu gelombang besar tetapi sekali saja. Perubahan yang dilakukan secara bergelombang akan lebih dapat dirasakan efek positifnya. Apalagi jika kita dapat menciptakan efek domino yang akan membawa ke perubahan yang lain, tidak hanya perubahan sistem kerja tetapi juga perubahan pada diri pelaku perusahaan.