Sabtu, 29 Desember 2007

Hikmah yang tak terduga

Sikap Memaafkan dan Manfaatnya bagi Kesehatan

Allah mengabarkan dalam mukjizat ayat-ayat-Nya me­lalui Al-Qur’an bahwa:
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang me­nge­r­ja­kan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’râf: 199)
Pemaaf merupakan salah satu sifat mulia yang sangat di­an­jurkan bahkan sifat ini lebih baik dari sedekah yang disertai dengan sesuatu yang menyakitkan si pe­ne­rima.
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik da­ri sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang me­nya­kitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah: 263)
Bagi mereka yang tidak bisa memahami ajaran Al-Qur’­an akan sangat sulit memaafkan dan mudah ma­rah dengan kesalahan yang diperbuat orang lain. Ba­nyak ayat yang menganjurkan orang-orang yang ber­iman untuk selalu memaafkan dan berlapang dada, ka­rena sesungguhnya Allah pun akan mengampuni dosa-do­sa.
“Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau me­nyem­bunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf la­gi Maha Kuasa.” (QS. An-Nisâ: 149)
Sifat pemaaf dan sabar pun dinyatakan sebagai hal-hal yang diutamakan sekaligus termasuk per­buat­an mulia,
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, se­sung­guh­nya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS. Asy-Syûra: 43)
Perbuatan orang-orang yang beriman ketika me­maaf­kan suatu kesalahan akan sangat berbeda dengan orang­ yang hidup tidak sesuai dengan ajaran Al-Qur’­an. Hal ini disebabkan banyak orang yang mengaku su­dah memaafkan tetapi hatinya sangat sulit me­lu­pa­kan rasa sakit hatinya. Mereka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membebaskan diri dari ama­rah dan rasa benci. Berbeda dengan orang-orang yang hi­dup dengan ajaran Al-Qur’an, hatinya begitu tulus da­lam memberikan maafnya, karena mereka sadar be­ta­pa semua ini merupakan ujian di dunia. Sekaligus Allah menjadikan semua permasalahan yang terjadi baik perselisihan, pertengkaran, perdebatan yang be­sar maupun yang kecil, supaya manusia bersabar dan me­ng­ambil nilai-nilai kebaikan yang ada di dalamnya. Mereka sadar semua yang terjadi sudah dituliskan da­lam kitab yang nyata Lauh Mahfuzh, dan merupakan ke­hendak Allah. Oleh sebab itu, rasa kepasrahan diri yang tinggi dalam diri masing-masing orang yang ber­iman akan terlihat ketika rasa tulus dan ikhlas mem­be­ri­kan maaf atas kesalahan orang lain. Begitu juga ke­ti­ka orang yang beriman merasa benar dan orang lain yang salah, tetapi mereka bersikukuh merasa benar ma­ka orang yang beriman tetap bersabar dan me­maaf­kan­nya.
Beberapa artikel menyebutkan penelitian terakhir, pa­ra ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa mau­pun raganya. Beberapa orang yang diteliti sebagai sam­pel menyatakan bahwa penderitaan mereka ber­ku­rang setelah memaafkan orang yang menyakiti me­re­ka. Penelitian tersebut menyimpulkan orang yang be­la­jar memaafkan akan merasa lebih baik secara ba­ti­ni­yah dan jasmaniyah. Jelas, ada satu contoh mudah yang terkadang sering kita rasakan yaitu ketika kita men­dapatkan permasalahan dengan teman kerja dan saat itu belum terselesaikan. Maka pada malam ha­ri­nya kita akan merasakan sulit tidur dan terkadang pung­gung terasa sakit atau sakit perut akibat stres. Dan ternyata gangguan-gangguan di atas sangatlah ber­ku­rang pada orang-orang yang selalu memaafkan atas kesalahan orang lain.
Menurut Dr. Frederic Luskin dalam bukunya, For­gi­ve for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], me­ne­rang­kan bahwa sifat pemaaf merupakan resep yang telah ter­bukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Lalu bagai­ma­na sifat pemaaf bisa memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran, dan per­­ca­ya diri sehingga mengurangi kemarahan, pen­de­ri­ta­an, lemah semangat, dan stres. Menurut Dr. Lus­kin, kemarahan yang dilakukan secara terus menerus akan menyebabkan dampak pada ragawi yang dapat ter­amati pada diri seseorang. Permasalahan tentang ke­ma­rahan jangka panjang atau yang tak ber­ke­su­dah­an bagaikan kita telah melihatnya menyetel ulang sis­tem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika kita sangat ter­biasa dengan kemarahan ini, walau dalam tingkatan ren­dah bisa menyebabkan tidak terkontrolnya ke­ada­an suhu normal tubuh. Hal ini disebabkan ada se­ma­cam aliran andrenalin yang menjadikan orang terbiasa un­tuk marah yang pada akhirnya membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih. Ada satu hal yang tidak bisa dipungkiri lagi dan banyak peneliti per­caya bahwa pelepasan hormon stres menyebabkan ke­butuhan akan oksigen meningkat oleh sel-sel otot jan­tung, juga keping-keping darah akan bertambah ke­ken­talannya sehingga memicu pembekuan darah aki­batnya kemarahan dapat meningkatkan peluang terjadinya serangan jantung.
Jelas, seseorang ketika marah, akan merasakan de­tak jantungnya meningkat melebihi batas wajar, hal ini menyebabkan tekanan darah pada pembuluh nadi pun meningkat melebihi batas sewajarnya maka ke­ada­an yang demikian inilah bisa memperbesar ke­mung­kin­an terkena serangan jantung.
Pada tahun 1996 ada sebuah tulisan berjudul “For­giv­e­ness” [Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah Penyembuhan Masa Kini] edisi bu­lan September-Oktober juga menyebutkan bahwa ke­ma­rahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa da­pat menimbulkan emosi negatif dalam diri orang. Hal ini dapat merusak keseimbangan emosional bah­kan kesehatan jasmani kita semua. Memang, awalnya se­se­orang tidak menyadari bahwa kemarahan akan meng­­ganggu keseimbangan emosionalnya tetapi ke­ti­ka mereka menyadarinya, keinginan untuk mem­per­baiki hubungan akan muncul di sini kemudian di­am­bil­lah langkah-langkah memaafkan. Banyak penelitian me­nunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah ke­ada­an pikiran yang sangat merusak kesehatan ma­nu­sia. Allah telah mengabarkan bahwa melakukan tin­dak­an memaafkan akan diberikan pahala yang besar di­sisi Allah,
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang se­rupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Se­sung­guh­nya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.”
(QS. Asy-Syûra: 40)
“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hen­dak­lah mereka memaafkan orang-orang yang tiada ta­kut hari-hari Allah karena Dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS. Al-Jâtsiyah: 14)
Memang memaafkan secara tulus dan ikhlas sung­guh sangat berat ketika hati masih terasa sakit tetapi ba­gi mereka yang berpikir, seharusnyalah segera sadar bah­­wa Allah telah menganjurkan dalam ayat-ayat-Nya un­tuk memaafkan orang-orang yang bertindak zalim, dan pahala besar dijanjikan Allah bagi mereka yang sa­bar, memaafkan dengan tulus, dan selalu berbuat baik. Inilah salah satu sifat mulia yang dinyatakan da­lam ayat Al-Qur’an dari banyak sumber kearifan yang di­kandungnya. Dengan memaafkan akan dapat me­ngu­rangi dampak merusak dari kemarahan karena hati akan menjadi tenang dan terasa membahagiakan, serta mem­bantu menikmati hidup sehat secara lahir dan batin.

(Dalam buku “Membaca Keinginan Tuhan” oleh Sugeng D. Triswanto)

Tidak ada komentar: